Laut Teberau atau Laut Merah?

Kata Ibrani yam suf adalah sebuah kata yang menjadi bahan perdebatan di antara para ahli Alkitab. Dalam terjemahan Perjanjian Lama bahasa Yunani, kata ini diterjemahkan sebagai Laut Merah. Terjemahan ini pula yang dipakai dalam terjemahan kuno bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Akan tetapi, dalam terjemahan Alkitab bahasa Indonesia yang kita pakai sekarang, kata itu diterjemahkan menjadi "Laut Teberau" (13:18) atau "Laut Gelagah" (terjemahan bahasa Indonesia sehari-hari). "Teberau" atau "Gelagah" adalah sejenis rumput tinggi yang tumbuh di rawa-rawa. Dengan terjemahan semacam ini, maka yang dimaksud dengan "laut" lalu diarahkan menjadi "rawa" atau "danau". Dengan demikian, maka peristiwa yang dicatat dalam bacaan Alkitab hari ini, yaitu bangsa Israel melalui "Laut Teberau" menjadi lebih masuk akal. Masalahnya, pengerdilan unsur mujizat semacam ini membuat kisah perjalanan bangsa Israel menjadi seperti dongeng yang berlebihlebihan. Bila kita mempercayai bahwa Allah itu mahakuasa, kisah bangsa Israel melalui laut yang terbelah dan menjadi kering tidak perlu diragukan. Perhatikan bahwa Perjanjian Baru pun menganggap peristiwa bangsa Israel melalui laut sebagai bagian dari sejarah Israel (Kisah Para Rasul 7:36; 1 Korintus 10:1; Ibrani 11:29).

Kita perlu beriman bahwa Allah itu mahakuasa dan kemahakuasaannya tidak dibatasi oleh keterbatasan manusia. Mengerdilkan mujizat jelas merupakan tindakan tidak beriman. Bila kita membatasi Allah (menganggap Allah terbatas seperti kita), tidak mungkin kita bisa berdoa dengan iman dan bila kita bersikap jujur, sebenarnya tidak ada gunanya kita berdoa. Saat Anda menghadapi masalah yang tidak sanggup Anda atasi, beranikah Anda beriman bahwa Allah sanggup menolong Anda? [P]