Kehadiran para sahabat yang bermaksud menghibur justru menambah beban penderitaan Ayub. Dalam dua pasal ini, Elifas yang pertama berbicara secara sepihak menuduh Ayub dihukum Allah karena dosanya dan menuntutnya bertobat agar hukumannya diringankan. Menurut Elifas, dosa yang dilakukan Ayub adalah: kemunafikan, karena ia bisa mengajar orang lain namun diri sendiri dihukum Allah (4:2-6); kehidupan yang tidak jujur dan yang penuh kejahatan (4:7-11); dan kebodohan, karena ia selalu menganggap diri benar dan tidak menerima ketika dihukum Allah (5:1-7).
Untuk mendukung tuduhannya, Elifas mengajukan dua bukti. Pertama, ia mengaku mendapat bisikan ilahi bahwa tidak mungkin ada manusia dibenarkan di hadapan Allah (4:12-17). Kedua, bahwa apa yang diajukannya sudah melalui penyelidikan yang mendalam (5:27). Ucapan Elifas dilengkapi dengan saran kepada Ayub untuk segera bertobat dengan beberapa alasan: supaya tidak mendapat hukuman yang lebih berat dari Allah yang tidak segan menghukum para malaikat-Nya (4:18-21); Allah akan berbelaskasihan kepada orang-orang yang merendahkan diri di hadapan-Nya (5:1-16); dan Allah akan mengampuni dan memulihkan orang yang bertobat setelah dihukum-Nya (5:17-26).
Ucapan Elifas di atas sangat meyakinkan, namun sepenuhnya salah karena Ayub menderita bukan karena dosanya. Kita dapat memetik dua pelajaran dari kesalahan Elifas di atas. Pertama, kita perlu berhati-hati memberi penilaian kepada situasi kondisi yang sedang dihadapi seseorang. Penderitaan seseorang tidak selalu merupakan akibat dari dosa dan kesalahannya. Kedua, kita tidak boleh dengan sembarangan memakai nama Allah untuk mendukung pandangan kita dan juga perlu berhati-hati dengan orang yang suka memakai nama Allah untuk mendukung pandangannya. [TF]
"Bukalah mulutmu, ambillah keputusan secara adil dan berikanlah kepada yang tertindas dan yang miskin hak mereka." Amsal 31:9