Orang fasik pasti dihukum dan berakhir dengan kehancuran. Itulah inti ucapan Bildad di pasal 18. Ia menyebut serangkaian hukuman yang akan diterima orang fasik: terangnya akan padam (18:5-6), jalannya akan penuh bahaya dan jerat (18:7-10), kehidupannya akan penuh masalah (18:11-16), dan akhir hidupnya mengenaskan (18:17-21). Meskipun ucapan itu tidak cocok dikenakan bagi Ayub, perhatikan bahwa ucapan Bildad benar. Allah berkata bahwa Ia tidak akan membiarkan orang fasik berlalu tanpa dihukum, seperti kata Alkitab, "Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Galatia 6:7).
Balasan Ayub di pasal 19 dimulai dengan permohonan kepada para sahabatnya untuk berhenti menghakimi dan memaksanya bertobat (19:1-4). Ia menjelaskan bahwa penderitaannya bukan karena kesalahannya, namun karena "Allah telah berlaku tidak adil" terhadapnya (19:6), Istilah "berlaku tidak adil" diartikan sebagai memperlakukan secara tidak sepatutnya. Saat itu, Ayub mengira bahwa semua penderitaannya berasal dari Allah, padahal sebenarnya semuanya merupakan serangan yang dilancarkan Iblis. Sekalipun demikian, Ayub kembali menunjukkan imannya kepada Allah yang tidak tergoyahkan oleh apa pun juga. Setelah mungungkapkan bagaimana ia menerima perlakuan yang tidak sepatutnya dari Allah (19:7-12), bagaimana ia dijauhi dan ditakuti semua orang: para sahabat, budak, kanak-kanak, dan orang-orang yang ia kasihi (19:13-20), Ayub mendeklarasikan keyakinannya bahwa Allah adalah Penebusnya yang hidup dan akan memulihkannya (19:23-27). Pengalaman Ayub mengantarkan kita kepada sebuah refleksi: Ketika kehidupan kita dilanda kesulitan dan penderitaan, apakah kita tetap yakin kepada pertolongan dan pembelaan Allah? [TF]
"Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhir nya Ia akan bangkit di atas debu. Juga sesudah kulit tubuhku sangat rusak, tanpa dagingku pun aku akan melihat Allah, yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku." Ayub 19:25-27a