Pasal 25 berisi interupsi Bildad di tengah ucapan Ayub mengenai penderitaannya dan imannya kepada Allah. Interupsi ini dimulai dengan pengagungan kebesaran Allah. Perhatikan bahwa penjelasan Bildad tentang Allah adalah benar. Allah digambarkan sebagai sumber kekuasaan dan kedahsyatan yang tak tertandingi. Ia adalah Raja yang menciptakan kedamaian di sorga. Pasukan-Nya tidak terhitung dan merupakan sumber terang abadi, sehingga bulan dan bintang kehilangan sinarnya di hadapan Allah (25:1-3, 5).
Ucapan Bildad tentang kebesaran Allah lahir dari kesalahpahaman atas ucapan Ayub di pasal sebelumnya. Ia menafsirkan pernyataan ketidakpahaman Ayub atas tindakan Allah sebagai tuduhan bahwa Allah telah berbuat kesalahan. Oleh sebab itu, Bildad menginterupsi ucapan Ayub untuk membela tindakan Allah, sekaligus menekankan betapa hina dan lemahnya manusia di hadapan Allah, yakni seperti berenga (cacing) dan ulat (25:6), sehingga tidak mungkin ada manusia yang benar di hadapan-Nya (25:4).
Apa yang disampaikan oleh Bildad, baik tentang kebesaran Allah maupun kehinaan manusia adalah benar. Namun ucapan Bildad berhenti secara mendadak sehingga tidak memberi ruang bagi terciptanya relasi antara Allah dengan manusia. Alkitab mengajarkan bahwa Allah memang mahakuasa dan manusia adalah mahahina. Namun, melalui pengampunan Allah, kita diberi kesempatan untuk mendekat kepada-Nya. Itulah sebenarnya yang dialami Ayub. Meskipun Ayub dikatakan sebagai seorang yang benar di hadapan Allah (1:8), ia adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Namun, karena kesadarannya, Ayub selalu meminta pengampunan kepada Allah (1:5). Hari ini, Allah yang mahakuasa selalu membuka pintu pengampunan bagi setiap orang yang bertobat dan meminta pengampunan-Nya. [TF]
"Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN." Mazmur 32:1-2