Agama Yahudi ditandai oleh rangkaian ibadah yang harus dijalani dengan ketekunan (7:3). Namun, ketaatan dalam melaksanakan ritus (upacara) agama merupakan pola yang lazim dalam seluruh agama, termasuk kekristenan. Di satu pihak, gereja memfasilitasi penyembahan orang percaya melalui penyelenggaraan ibadah dan persekutuan. Di lain pihak, orang Kristen menghadiri peribadatan untuk mengekspresikan penyembahan kepada Sang Pencipta. Meskipun demikian, perilaku penyembahan orang Kristen belum tentu mencerminkan spiritualitas yang benar.
Spiritualitas yang benar--yang dikehendaki Allah--mengandung tiga aspek berikut: Pertama, saat menyembah Allah melalui liturgi gerejawi, apakah hati dan pikiran kita sungguh-sungguh tertuju kepada Dia (7:5)? Jujurlah terhadap diri sendiri! Saat memuji Tuhan, apakah kita menghayati liriknya dan menyembah Allah dengan sepenuh hati, atau kita memuji Tuhan sambil memikirkan hal lain sehingga penyembahan kita tanpa kesungguhan hati? Kedua, spiritualitas yang benar bukan hanya mencakup sikap dalam peribadatan, tetapi juga mencakup praktik kehidupan. Menjalankan hidup tanpa rasa takut akan Allah adalah spiritualitas yang salah, karena yang dipuaskan adalah diri sendiri (7:6). Spiritualitas yang benar menuntut fokus kepada Allah dalam ibadah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, spiritualitas yang benar meliputi perbuatan baik yang berdasarkan kasih secara nyata kepada sesama (7:9). Spiritualitas yang benar mencakup aspek ritus dan praksis. Kasih kepada Allah dan sesama berjalan beriringan, tak terpisahkan. [ECW]
"Penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian." Yohanes 4:23b