Pesan Sukacita dari Penjara
Surat Filipi adalah surat dari Rasul Paulus dan Timotius yang dituju-kan kepada jemaat-yaitu semua orang kudus dalam Kristus Yesus-di kota Filipi (1:1). Cikal bakal jemaat Filipi berawal dari perjalanan misi kedua dari Rasul Paulus dan rekan-rekannya, yaitu Silas, Timotius, dan Lukas. Di Filipi, mereka bertemu dengan beberapa wanita, antara lain Lidia. Tuhan membuka hati Lidia, sehingga ia memperhatikan pengajaran Rasul Paulus, dan akhirnya ia dibaptis bersama seisi rumahnya (Kisah Para Rasul 16:12-15). Mulai dari keluarga ini, berdirilah jemaat di kota Filipi.
Surat ini sarat dengan ekspresi hubungan pribadi yang erat antara Rasul Paulus dengan anak-anak rohaninya. Misalnya, kero-mantisan mereka terlihat dari sapaan yang dipakai Rasul Paulus, "saudara-saudara yang kukasihi dan kurindukan" (4:1). Namun, surat ini tidak hanya menyoroti sisi keintiman hubungan, tetapi terutama menyoroti tentang sukacita dalam penderitaan. Tidak mengherankan jika banyak orang yang menyimpulkan bahwa pokok utama surat Filipi adalah SUKACITA. Seorang penafsir merangkum pesan kepada jemaat Filipi dengan perkataan, "Aku bersukacita, bersukacitakah saudara?" Sungguh luar biasa bahwa pesan sukacita itu ditulis oleh Rasul Paulus di dalam penjara. Bagaimana mungkin seorang yang sedang berada di penjara bisa memiliki sukacita? Itulah keunikan pengajaran Rasul Paulus dan sekaligus keunikan dari kekristenan. Pengikut Kristus yang sejati tak bisa menghindari penderitaan, tetapi dapat mempertahankan sukacita. Melalui surat Filipi , Rasul Paulus mengajarkan bahwa orang percaya tetap memiliki sukacita dalam Kristus sekalipun sedang mengalami penderitaan. Kuncinya adalah bahwa Kristus harus menjadi pusat hidup dan sumber pengharapan kehidupan kekal.
Pengajaran Rasul Paulus tentang sukacita dilengkapi dengan nasihat tentang bahaya ajaran bidat, baik yang menyangkut ajaran menyesatkan tentang Kristus maupun yang secara praktis merusak persekutuan Kristen. Dia mendorong jemaat Filipi untuk terus menjalin persekutuan yang benar, penuh kerendahhatian, persatuan, dan damai sejahtera. Rasul Paulus juga memberikan penghargaan atas kasih yang telah diungkapkan oleh jemaat Filipi serta teman-teman sepelayanan-yaitu Timotius dan Epafroditus-terhadap dirinya. Intinya, Rasul Paulus ingin membawa jemaat Filipi-dan juga pembaca suratnya-untuk mengenal Kristus lebih dari segala sesuatu dan menjalani standar kehidupan Kristen yang benar, menjalin kasih mesra, dan hidup bersukacita dalam Kristus. [GI Yulina Zebua]
Pada masa kini, hubungan yang dilandasi oleh ketulusan merupakan sesuatu yang langka. Dengan mudah, kita dapat menjumpai orang yang mudah mengucapkan, ?kamu ada di dalam hatiku?, tetapi kenyataannya tidak demikian. Ada orang-orang yang dengan mulutnya mengatakan bahwa mereka mengasihi, tetapi ternyata-secara diam-diam-mereka menusuk dari belakang. Bahkan, kepentingan diri sendiri yang diutamakan dalam sebuah relasi.
Rasul Paulus mengungkapkan kedekatannya dengan jemaat Filipi dengan sebuah kalimat yang indah dan puitis "kamu ada dalam hatiku" (1;7). Ungkapan ini adalah ungkapan yang tulus tentang betapa berharganya jemaat Filipi bagi Rasul Paulus. Kesungguhan kasih Rasul Paulus terhadap jemaat Filipi ini diungkapkan dengan berbagai cara. Setiap kali mengingat jemaat Filipi, Rasul Paulus selalu mengucap syukur karena ia teringat kepada persekutuan-atau 'keikutsertaan'-jemaat Filipi dalam pemberitaan Injil (1:3,5). Tampaknya, Rasul Paulus memiliki jadwal rutin untuk mendoakan jemaat Filipi. Setiap kali mendoakan mereka, Rasul Paulus selalu berdoa dengan sukacita (1:4). Rasul Paulus juga mengungkapkan bahwa ia sangat merindukan jemaat Filipi (1:8). Hal paling menakjubkan yang membuktikan ketulusan hati Rasul Paulus adalah bahwa saat menulis surat Filipi, ia sedang berada di penjara (1:7,13,14). Walaupun sedang menderita di dalam penjara, Rasul Paulus tetap mengingat jemaat Filipi. Tanpa ketulusan, Rasul Paulus tidak mungkin bisa "selalu" memikirkan dan merasa rindu agar jemaat Filipi semakin bertumbuh ke arah pengenalan akan Kristus, mengingat bahwa kondisi Rasul Paulus sendiri sangat memprihatinkan.
Apa yang menjadi rahasia Rasul Paulus dalam membangun sebuah relasi yang tulus? Rahasianya adalah bahwa relasi itu dilandasi oleh keindahan relasi yang terjalin antara Rasul Paulus dengan Kristus. Dia adalah hamba Kristus (1:1). Ketulusan Kristus yang telah memilih dia menjadi hamba-Nya mempengaruhi relasinya dengan jemaat Filipi, sehingga ia selalu melibatkan Allah dalam relasi yang tercipta antara dia dengan jemaat di Filipi. Dalam relasi dengan sesama, marilah kita mewujudkan ungkapan "kamu ada dalam hatiku" yang dilandasi oleh relasi kita dengan Tuhan, sehingga kita dapat menjalani relasi yang tulus dengan sesama. [GI Yulina Zebua]