Penduduk Niniwe mendengarkan nubuat Nabi Yunus pada pertengahan abad ketujuh sebelum Masehi. Dari Kitab Yunus, kita tahu bahwa penduduk Niniwe bertobat dari segala kejahatan mereka, sehingga Allah tidak jadi menghukum mereka (Yunus 3-4).
Sekitar satu abad setelah Nabi Yunus menyampaikan nubuat kepada penduduk Niniwe, ternyata Bangsa Asyur kembali melakukan kejahatan. Mereka melakukan kekerasan secara keji terhadap sesamanya (Nahum 3:1). Pasukan Asyur menyerang berbagai wilayah dengan korban yang sangat banyak di antara bangsa-bangsa yang mereka kalahkan (3:2,3). Penyembahan kepada illah-illah dan berbagai tindakan mistis yang dibenci Allah marak dilakukan (3:4). Berdasarkan kejahatan yang sangat banyak itu, Allah menyatakan diri-Nya sebagai lawan terhadap penduduk Niniwe (3:5). Betapa mengerikan ketika Allah Pencipta langit dan bumi menjadi lawan bagi manusia! Martabat bangsa Niniwe jatuh dan mereka mengalami kehancuran besar (3:5-6).
Kitab Nahum adalah salah satu kitab yang menyampaikan nubuat dari Allah melalui seorang nabi Israel kepada bangsa bukan Yahudi. Nabi Nahum dan Nabi Yunus menyampaikan nubuat kepada penduduk Niniwe, Nabi Obaja menyampaikan nubuat kepada bangsa Edom, dan Nabi Habakuk menyampaikan nubuat kepada bangsa Babel. Kitab Nahum menegaskan bahwa Allah memiliki kedaulatan atas segala bangsa. Allah yang kita kenal melalui Alkitab bukan hanya berkuasa atas umat Israel yang berada di wilayah Palestina saja. Allah adalah Yang Mahatinggi itu berdaulat atas segala sesuatu. Teguran dan penghukuman-Nya terhadap semua manusia di bumi ini pasti terlaksana.
Secara khusus, kitab Nahum mencatat penghukuman bagi penduduk Niniwe. Yang menarik adalah bahwa kitab ini tidak menuliskan nubuat penghukuman kepada bangsa Israel. Yang dinyatakan kepada umat Israel adalah "berita damai sejahtera" (1:15). Yehuda diberitahu untuk kembali bersiap mengadakan ibadah dan perayaan karena tidak ada lagi orang jahat yang akan membinasakan mereka (1:15). Allah yang memperkenalkan diri sebagai lawan bagi Niniwe adalah Allah yang memiliki kuasa yang besar yang menggetarkan seluruh alam ciptaan (1:5). Tidak ada seorang pun yang dapat bertahan di hadapan murka-Nya (1:6). Kontras dengan hal tersebut, Allah adalah tempat berlindung bagi umat-Nya (1:7). Allah itu baik, tetapi Dia tegas terhadap lawan-lawan-Nya (1:8). [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]
Ketika membaca Kitab Nahum, mungkin kita akan terkejut saat ayat kedua menyatakan bahwa Allah adalah Pribadi yang Cemburu dan Pembalas (1:2). Allah dinyatakan sebagai Sang Pembalas dengan amarah yang membara. Allah menyimpan kemarahan kepada para lawan-Nya (1:2). Walaupun selanjutnya dikatakan bahwa Allah itu panjang sabar (1:3), tetapi ayat itu lalu dilanjutkan dengan uraian yang mengungkapkan bahwa Allah yang mahakuasa itu tidak sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman (1:3). Allah itu mahakuasa dan kuasa-Nya yang dahsyat mengguncangkan semua ciptaan (1:5). Tidak ada yang dapat bertahan di hadapan murka-Nya (1:6), termasuk penduduk Niniwe yang "terbabat dan mati binasa" (1:12). Berbagai bentuk illah dan simbol penyembahan kepada dewa Asyur akan dihancurkan (1:14). Hal ini menunjukkan bahwa kuasa Allah melampaui segala sesuatu.
Kontras dengan nubuat kepada penduduk Niniwe, kepada umat Israel dinyatakan bahwa akan ada pemulihan (2:2). TUHAN menyatakan diri sebagai Pribadi yang Baik, Tempat Perlindungan (1:7), Pemberita damai sejahtera (1:15). Bila kita hanya membaca kitab Nahum, seolah-olah penghukuman Allah hanya bagi bangsa Niniwe atau bangsa bukan Yahudi. Berdasarkan tulisan dari R.K. Harrison dalam bukunya, Introduction to the Old Testament, Kitab Nahum ditulis antara tahun 664-612 sebelum Kristus (halaman 927). Pada saat itu, Kerajaan Samaria atau Israel Utara, telah dihancurkan oleh bangsa Asyur sebagai akibat ketidaktaatan mereka kepada Allah (2 Raja-raja 15:27-31). Jadi, Kerajaan Israel Utara dihukum oleh Allah melalui tangan bangsa Asyur. Pada waktu-Nya, bangsa Asyur sendiri akan mengalami penghukuman dari Allah karena kejahatan yang mereka lakukan.
Melalui perikop yang kita renungkan hari ini, kita diajak untuk mengenal Allah secara seimbang. Pada umumnya, orang Kristen sangat menyukai pengajaran tentang Allah yang Mahakasih, Maha Pengampun, dan Pemberi Berkat. Akan tetapi, kita sering tidak mengindahkan sifat Allah yang adil dan sangat membenci dosa. Apakah pengenalan Anda akan Allah telah seimbang? Allah membenci perbuatan dosa, tetapi Dia mengasihi pribadi pendosa seperti kita. Apakah Anda masih terus berjuang untuk menanggalkan perbuatan dosa dan menaati firman-Nya? Kiranya TUHAN menolong kita semua! [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono