Salah tafsir terhadap suatu konsep teologis bisa berakibat fatal karena makna konsep itu bergeser, bahkan bisa bertolak belakang dengan yang sebenarnya. Contoh, apa yang terpikir saat seseorang mendengar konsep, "Yesus adalah Anak Allah". Bagi orang percaya, Yesus itu Anak Allah dalam arti bahwa Ia adalah Allah yang menjadi manusia (Yohanes 1:1, 14) dan dikandung oleh Roh Kudus (Lukas 1:35). Akan tetapi, bagi orang yang tidak percaya, konsep itu bisa disesatkan dan ditafsirkan sebagai Allah menikah, lalu memiliki anak bernama Yesus.
Sesat pikir membuat guru-guru palsu salah tafsir mengenai janji Allah. Mereka meyakini bahwa Allah mengadakan perjanjian dengan Abraham. Akan tetapi, pemberian hukum Taurat pada zaman Musa dianggap membatalkan perjanjian itu (3:16-17). Konsep keliru itu diluruskan oleh Rasul Paulus melalui empat pernyataan: Pertama, hukum Taurat tidak dapat membatalkan janji Allah karena Allah tidak akan mengingkari apa yang ia janjikan. Janji itu digenapi oleh keturunan Abraham, yaitu Yesus Kristus (3:15-18); Kedua, hukum Taurat tidak lebih besar dari janji Allah karena hukum Taurat bersifat sementara, sedangkan janji Allah bersifat permanen (3:19-20). Hukum Taurat ditambahkan—atau diberikan—sebagai penuntun sampai Kristus datang (3:19,24). Ketiga, hukum Taurat tidak mungkin bertentangan dengan janji Allah karena keduanya berasal dari Allah (3:21-26). Janji Allah diberikan kepada mereka yang percaya kepada Yesus Kristus; Keempat, keselamatan atau pembenaran yang dijanjikan Allah tidak bisa dihasilkan oleh hukum Taurat. Setelah Yesus Kristus datang, hukum Taurat sudah tidak diperlukan karena fungsi hukum Taurat adalah untuk mempersiapkan kedatangan Kristus. Hukum Taurat tidak pernah bisa membenarkan orang berdosa yang bersalah. Hanya Yesus Kristus saja yang bisa membenarkan orang berdosa. Dengan kematian dan kebangkitan Kristus, hukum Taurat sudah tidak diperlukan. Sekarang, kebenaran Allah digenapi di dalam diri kita melalui Roh Kudus (Roma 7:4; 8:14).
Sama seperti Abraham percaya dan Allah memperhitungkan hal itu sebagai kebenaran, dengan cara yang sama, Ia memberikan kasih karunia kepada setiap orang yang percaya. Ketika kita percaya kepada Kristus, Allah memperhitungkan hal itu sebagai kebenaran. Kasih karunia yang diberikan Kristus mengalir kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Kita patut bersyukur untuk hal ini. Namun, kasih karunia Kristus tidak boleh berhenti pada diri kita, melainkan harus diberitakan kepada orang-orang yang belum mengenal Tuhan agar kasih Kristus juga mengalir kepada mereka. Maukah Anda menjadi saksi-Nya?