Mahkamah agama yang mengadili Yesus Kristus hanya bermaksud mencari-cari kesalahan, bukan mencari kebenaran. Sikap para pemimpin agama yang hanya memikirkan diri sendiri itu tercermin dalam sikap para petugas keamanan di Bait Allah yang bertugas menangkap Yesus Kristus. Mereka menahan, mengolok-olok, dan memukuli Yesus Kristus. Mahkamah agama itu hanya pengadilan main-main yang tidak berguna. Tuhan Yesus tidak merasa perlu menjawab pertanyaan yang diajukan kepada-Nya karena jawaban apa pun tidak akan berguna. Mereka tidak akan memedulikan jawaban yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Tujuan pengadilan itu hanya mencari alasan untuk menjatuhkan hukuman kepada Tuhan Yesus. Oleh karena itu, setelah mendapatkan alasan yang dapat dipakai untuk menjatuhkan hukuman, pengadilan itu dihentikan. Pengadilan yang tidak masuk akal seperti itu adalah pengadilan yang menyedihkan. Seharusnya, Yesus Kristuslah yang mengadili, dan para pemimpin agama itulah yang menjadi terdakwa! Dalam kehidupan sehari-hari, pengadilan yang tidak adil seperti itu sudah biasa terjadi. Sering kali, orang-orang yang merasa berkuasa bisa mengadili orang yang dianggap bersalah tanpa usaha sungguh-sungguh mencari kebenaran. Pengadilan yang tidak adil semacam ini terjadi saat orang-orang yang merasa berkuasa merasa tersinggung atau merasa terancam. Pengadilan yang benar adalah pengadilan yang sungguh-sungguh mencari kebenaran dan takut menjatuhkan hukuman terhadap orang yang tidak bersalah. Pengadilan yang sesat adalah pengadilan yang tidak peduli dengan kebenaran.
Saat diadili dengan tidak adil, Tuhan Yesus diam saja karena saat itu, Dia sedang menempati posisi kita, manusia berdosa. Rasul Paulus menuliskan tentang hal ini, "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." (2 Korintus 5:21). Kristus tidak berdosa, tetapi kita adalah manusia berdosa yang patut menerima hukuman dosa. Saat membaca tentang pengadilan yang tidak adil terhadap Yesus Kristus, kita harus sadar bahwa kitalah yang seharusnya diadili dan dihukum. Akan tetapi, karena kasih-Nya yang besar terhadap manusia berdosa, Ia mau menempati posisi kita, dan Ia membiarkan diri-Nya diadili secara tidak adil. Oleh karena itu, saat kita mengalami ketidakadilan, kita harus belajar memaafkan orang yang berlaku tidak adil terhadap diri kita dan kita harus mengingat Dia yang telah mengalami ketidakadilan karena kesalahan dan dosa kita, Saat Anda mengalami ketidakadilan, apakah Anda bersedia memaafkan mereka yang telah berlaku tidak adil terhadap diri Anda?