Senin, 20 April 2015
Bacaan Alkitab hari ini: Ibrani 3
Bukan suatu kebetulan bila kata “setia” dan kata “iman” dalam bahasa Yunani berasal dari akar kata yang sama. Iman yang sejati selalu terwujud dalam kesetiaan. Iman sesaat bukanlah iman yang sejati. Iman yang sejati kepada Allah bukan hanya sekedar pengetahuan tentang Allah, tetapi iman yang mengubah hidup. Dalam pasal ini, Tuhan Yesus dibandingkan dengan Musa, salah satu tokoh terpenting Perjanjian Lama. Musa adalah pemimpin umat Allah yang memiliki iman yang teguh, sehingga ia bisa melakukan hal-hal yang besar untuk kemuliaan Allah. Walaupun ia memiliki kelemahan (pernah melakukan kesalahan fatal) sehingga tidak diizinkan untuk memasuki Tanah Kanaan, kesetiaannya kepada Allah tidak pernah berubah sampai akhir hidupnya.
Kristus adalah Rasul (Utusan) dan Imam Besar yang setia (3:1-2). Bila “nabi” adalah jabatan bagi seorang yang menjadi utusan Allah dalam Perjanjian Lama, maka “rasul” adalah jabatan bagi seorang utusan Allah (utusan Kristus) pada zaman Perjanjian Baru. Pada zaman Perjanjian Lama, seorang nabi (termasuk Nabi Musa) harus menghadapi berbagai macam tantangan yang berisiko tinggi dalam menjalankan tugas menyampaikan kehendak Allah kepada manusia. Tuhan Yesus—yaitu Utusan Allah yang menjalankan misi penyelamatan manusia dari ikatan dosa—taat kepada kehendak Allah sampai mati di kayu salib. Para rasul (murid Tuhan Yesus) umumnya harus menyerahkan nyawanya untuk melaksanakan misi memberitakan Injil Yesus Kristus kepada dunia ini.
Iman yang sejati adalah iman yang mengubah cara pandang kita terhadap kehidupan. Iman yang sejati akan membuat kita memandang nyawa kita sebagai kurang berharga dibandingkan dengan keselamatan yang disediakan Allah di dalam Kristus bagi kita. [P]
Ibrani 3:12
”Waspadalah, hai saudara-saudara,
supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya jahat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup.”