Mendengar Ayub menderita sedemikian hebat, tiga temannya datang untuk menghiburnya (2:11). Namun, melihat beratnya penderitaan Ayub yang tak terkatakan itu, mulut mereka terkunci rapat selama tujuh hari tujuh malam (2:13). Akhirnya, Ayub membuka suara untuk memecahkan keheningan.
Ucapan pertama Ayub berisi ratapan yang sangat panjang tentang penderitaannya yang luar biasa hebat. Namun, Ayub sama sekali tidak mengutuki atau menyalahkan Allah, sehingga tujuan Iblis mencobai Ayub--yakni supaya Ayub mengutuki Allah (1:11; 2:5)--gagal total. Ayub juga tidak menyalahkan sesamanya sebagai penyebab penderitaan yang dialaminya.
Dalam ratapannya, Ayub mempertanyakan tiga hal yang merefleksikan ketidakpahaman untuk apa ia dilahirkan dan bertahan hidup kalau hari-harinya penuh dengan penderitaan yang mahaberat, yakni: Mengapa ada hari kelahirannya (3:1-10)? Mengapa ada yang menolongnya untuk bertahan hidup setelah ia dilahirkan (3:11-19)? Mengapa orang yang menderita seperti dia tidak segera mati? (3:20-26). Awalnya, Ayub tidak memahami penderitaannya. Namun setelah mendengar firman Allah tentang apa yang sedang terjadi dan maksud Allah di dalamnya, Ayub menyesal dan mencabut semua perkataannya, termasuk ketiga pertanyaan di atas (42:6).
Pengalaman Ayub mengajarkan dua hal: Pertama, keterbatasan pengetahuan sering membuat kita tidak memahami makna kesulitan dan penderitaan yang kita alami. Namun, dalam setiap keadaan, jangan pernah meragukan kebaikan Allah. Kedua, terhadap orang di sekitar kita yang mengalami penderitaan yang membuatnya meragukan kebaikan Allah, kita bertugas mendampingi dan menguatkan imannya. [TF]
"Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu." Ayub 42:5-6