Bacaan Alkitab hari ini : Markus 15:33-41
Bayangkan dua lembar kertas yang direkatkan oleh lem yang memiliki daya rekat paling kuat. Sehebat apa pun zat kimia yang dipakai untuk memisahkan dua lembar kertas yang sudah jadi satu ini tidak akan menuai hasil yang baik. Dua lembar kertas itu jika dipaksa dipisahkan pasti akan robek. Saya tidak tahu apakah analogi ini bisa cukup mewakili perasaan Yesus Kristus yang tercabik-cabik karena merasa ditinggalkan Sang Bapa. Ia berseru dengan suara nyaring: "Eloi, Eloi, lama sabakhtani? ...Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?" (15:34b). Apakah itu adalah nada keputusasaan dari Sang Anak? Masih dapat dimengerti jika murid-murid-Nya meninggalkan Tuhan Yesus karena mereka hanya tinggal bersama selama tiga tahun, tetapi Bapa ...? Dari kekekalan sampai saat itu, Mereka selalu bersama-sama. Tidak ada masa saat Allah Tritunggal terpisah satu sama lain. Kapan pun dan di mana pun Anak ada, di situ Bapa pasti ada. Di kayu salib, Yesus Kristus sendirian. Satu-satunya Penopang yang Ia harapkan menyertai-Nya—untuk dapat merasakan sedikit kelegaan karena Ia harus menanggung seluruh beban dosa manusia di sepanjang zaman—meninggalkan Dia. Saya teringat akan film Passion of the Christ. Saat Yesus Kristus menyerahkan nyawa-Nya dan menundukkan kepala-Nya, sebutir air jatuh dari langit. Seakan-akan itulah tangisan Sang Bapa yang harus memaksa diri untuk tega meninggalkan Sang Anak dalam kesendirian-Nya demi menyelamatkan dunia yang tidak layak ini. Itu adalah perpisahan tersulit yang pernah dialami Seorang Manusia. Kesepian total itu tidak akan pernah dialami oleh siapa pun. Kesepian dan kesendirian itu Dia rasakan agar orang yang merasa kesepian dan sendirian bisa merasakan kasih yang melimpah dari tempat yang mahatinggi.
Jangan pernah mengatakan bahwa Yesus Kristus tidak mengerti apa arti kesepian atau kesendirian! Dalam kehidupan-Nya di bumi, Ia pernah merasakannya. Banyak orang yang tidak memahami-Nya dan menganggap-Nya aneh. Keluarganya menganggap diri-Nya tidak waras. Murid-murid-Nya meninggalkan Dia. Di saat tersulit dalam hidup-Nya, Bapa-Nya sendiri mengabaikan diri-Nya. Apalagi yang belum dialami-Nya? Dia sangat mengerti apa arti kesepian dan kesendirian. Ada perbedaan yang signifikan antara orang yang pernah mengalami sendiri dengan orang yang pernah mendengar pengalaman seperti itu. Datanglah kepada-Nya dan Ia akan memberikan kelegaan! [GI Mario Novanno]