Saul kembali menghadapi situasi sulit akibat tekanan orang Filistin. Kali ini, tentara Filistin berkemah di Sunem-daerah yang sangat dekat dengan teritorial orang Israel. Seperti saat menghadapi ancaman musuh sebelumnya, Saul merasa sangat ketakutan. Karena Samuel sudah mati (28:3), Saul tidak lagi memiliki orang yang bisa dia minta untuk menolong dia menyampaikan permohonan perlindungan kepada Tuhan. Di tengah ketakutannya, Saul berupaya untuk bertanya kepada Tuhan (28:6), tetapi Tuhan sama sekali tidak mau menjawab. Saul pasti mengerti bahwa Tuhan tidak mau menjawab doanya karena ia telah berulang kali tidak menaati perintah Tuhan. Namun, bukannya memohon belas kasihan Tuhan dengan bertobat atau berpuasa, ia malah mencari penenung untuk diminta tolong memanggil arwah Samuel, padahal ia sendiri yang telah menghapus segala praktik okultisme-yaitu semua praktik yang berhubungan dengan dunia roh seperti praktik memanggil roh orang mati-di Israel (28:9). Sekarang, saat terdesak, ia malah melakukan apa yang ia larang sendiri dan yang dilarang keras oleh Tuhan (bandingkan dengan Imamat 19:31; 20:6; Ulangan 18:9-14). Bertenung, meramal, mencari petunjuk kepada roh-roh atau arwah adalah kekejian di mata Tuhan.
Wanita penenung yang diminta memanggil arwah Samuel tidak menyangka bahwa Samuel benar-benar muncul. Ia berteriak dengan suara nyaring karena begitu terkejut bahwa Samuel benar-benar muncul (28:12). Kemungkinan besar, wanita ini‒seperti kebanyakan petenung atau peramal lain‒adalah penipu. Mereka tidak berkuasa atas orang-orang mati. Mereka biasanya memiliki kemampuan untuk mengubah suara, sehingga seakan-akan arwah berbicara kepada orang yang bertanya melalui diri mereka. Namun, dengan seizin Tuhan, Samuel benar-benar muncul. Mengapa Tuhan mengizinkan kemunculan Samuel di hadapan Saul? Kemungkinan, Tuhan ingin meneguhkan berita penghukuman terhadap Saul, sekaligus memberi pelajaran kepada penenung itu. Tuhan ingin penenung itu mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah yang hidup, yang mencipta, dan yang berdaulat. Apa yang dilakukan penenung itu adalah kebodohan dan sekaligus kekejian di mata Tuhan. Ketika kita mengalami kesulitan yang begitu menekan, ke manakah kita mencari pertolongan? Carilah Tuhan saja!