Kondisi masyarakat Indonesia yang terdiri dari ratusan suku dan hidup di tengah global village--masyarakat di seluruh dunia bisa saling berkomunikasi seperti dalam sebuah desa--membuat perkawinan antar etnis atau antar ras menjadi sebuah realitas di tengah pluralitas.
Ezra 9 merupakan peringatan keras terhadap perkawinan campur antara umat Allah dengan orang tidak seiman. Perkawinan campur dapat menyebabkan berpalingnya hati umat TUHAN. Semenjak masa para bapa leluhur, bangsa Israel telah berulang kali jatuh ke dalam penyembahan berhala karena kawin campur dengan orang yang tidak seiman. Itulah sebabnya, TUHAN memberi perintah agar mereka tidak melakukan kawin campur dengan orang yang tidak percaya (Keluaran 34:16; Ulangan 7:3-4, bandingkan dengan 2 Korintus 6:14).
Perhatikan kehidupan Salomo: Karena mencintai banyak perempuan asing, dia turut menyembah dewa-dewi asing sembahan para perempuan asing tersebut. Salomo berlaku jahat di mata TUHAN dan tidak sepenuh hati mengikuti TUHAN (1 Raja-raja 11:1-8). Ia membuka pintu bagi praktik penyembahan berhala di Israel, sehingga TUHAN menghukum dengan memecah Kerajaan Israel menjadi Kerajaan Israel Selatan atau Kerajaan Yehuda dan Kerajaan Israel Utara atau Kerajaan Israel. Praktik penyembahan berhala itu mempengaruhi rakyat serta raja-raja berikutnya di Kerajaan Israel maupun Kerajaan Yehuda, sehingga akhirnya mereka dihukum dengan dibuang ke negeri asing.
Kasus kawin campur dalam Ezra 9 adalah masalah perbedaan keyakinan, bukan masalah kawin campur antar ras atau antar etnis. Dalam silsilah Tuhan Yesus pun, ada tiga perempuan asing yang disebut, yaitu Tamar, Rahab, Rut (Matius 1:3,5). Atas anugerah Allah, ketiga perempuan asing itu meninggalkan keyakinan mereka dan bergabung dengan umat Allah, sehingga mereka bisa masuk dalam silsilah Yesus Kristus. Saat ini, orang beriman telah mencakup hampir semua suku dan etnis. Jadi, perkawinan seorang laki-laki dengan seorang perempuan seiman tidak boleh digagalkan oleh sekadar perbedaan etnis atau ras.
Hari ini, barangkali masih terdapat orang tua Kristen yang menghalangi anak mereka melangsungkan perkawinan dengan orang percaya yang berbeda etnis atau ras. Sebagai umat Allah yang percaya bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, rasisme tidak boleh mempunyai tempat dalam kehidupan kita.