Pengajaran Tuhan Yesus menyangkut keluarga memiliki keunikan bila dibandingkan dengan pandangan umum pada zaman itu. Pada masa itu, wanita dan anak-anak diremehkan, sehingga saat penulis kitab-kitab Injil menyebutkan jumlah banyak orang, wanita dan anak-anak tidak dihitung (Matius 14:21; Markus 6:44; Lukas 9:14; Yohanes 6:10). Saat terjadi perzinaan, yang disalahkan adalah pihak wanita, pihak pria didiamkan saja. Pertanyaan orang-orang Farisi dalam bacaan Alkitab hari ini juga memperlihatkan adanya diskriminasi, "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?" (Markus 10:2b). Mengapa orang-orang Farisi tidak menanyakan kemungkinan istri menceraikan suaminya? Sebaliknya, penjelasan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya bukan hanya menyangkut suami menceraikan istri, tetapi juga menyangkut istri menceraikan suami (10:11-12). Dalam hal sikap terhadap anak-anak, jelas bahwa para murid Tuhan Yesus melarang anak-anak "mengganggu" pelayanan Tuhan Yesus, sedangkan Tuhan Yesus menerima kehadiran anak-anak serta memberkati mereka; bahkan Dia mengatakan bahwa yang empunya Kerajaan Allah adalah orang-orang yang seperti anak-anak, tentunya dalam hal ketulusan hati.
Dalam konsep kekristenan, suami dan istri merupakan kesatuan yang tidak boleh diceraikan. Jadi, persetujuan (surat) cerai bukan kehendak Allah, melainkan jalan keluar yang terpaksa diberikan karena kekerasan hati manusia yang tidak mau menaati Allah. Bila sang suami benar-benar mengasihi istrinya seperti ia mengasihi dirinya sendiri dan sang istri benar-benar menghormati suaminya dengan memandang suami sebagai kepala keluarga, dan mereka berdua menjaga kesucian pernikahan, pasti mereka tidak ingin bercerai! Bila anak-anak merasa dikasihi dan mereka dididik dengan baik untuk menghormati Tuhan, sangat kecil kemungkinan bahwa sang anak bertumbuh menjadi anak nakal yang tidak terkendali. Pernikahan yang dibangun dengan menerapkan nilai-nilai kekristenan yang kokoh pasti menghasilkan keluarga yang harmonis. Sebaliknya, ketidaksetiaan kepada kehendak Allah akan menjadi akar masalah yang bisa membuat sebuah keluarga Kristen menjadi berantakan.
Apakah keluarga Anda telah dibangun dengan menerapkan nilai-nilai iman Kristen? Sebagai suami, apakah Anda telah mengasihi istri Anda dan menjadi pelindung baginya? Sebagai istri, apakah Anda menghormati suami Anda dan Anda menganggap suami Anda sebagai kepala keluarga? Sebagai orang tua, apakah Anda telah mendidik anak Anda di dalam takut akan Tuhan? Sebagai anak, apakah Anda telah mengungkapkan rasa hormat kepada orang tua Anda?