Hukuman Allah terhadap umat-Nya tidak dimaksudkan untuk menghancurkan. Hukuman Allah datang dari hati yang mengasihi umat-Nya, sama seperti orang tua yang mengasihi anaknya. Orang tua yang benar-benar mengasihi anak akan memberi hukuman bila anaknya bersalah. Sekalipun demikian, hukuman itu tidak dimaksudkan untuk menghancurkan hidup sang anak, tetapi untuk mendidik agar anaknya berubah dan hidup lebih baik. Orang tua yang tidak mendidik anak dengan tegas justru sedang menjerumuskan anaknya ke dalam kehancuran.
Ada beberapa hal yang dapat kita amati tentang hukuman Allah kepada umat-Nya: Pertama, Allah selalu bersabar sebelum menjatuhkan hukuman. Allah tidak cepat-cepat menghukum umat-Nya. Ia selalu memberi kesempatan untuk bertobat. Allah rindu agar umat-Nya segera berbalik dari kehidupan yang jauh dari Allah. Kedua, sebelum menghukum, Allah lebih dahulu menegur umat-Nya (5:3). Allah tidak mendatangkan hukuman dengan semena-mena, Ia menghukum dengan adil dan penuh kasih. Allah memakai nabi-nabi-Nya untuk berulang kali menegur umat-Nya dan mengingatkan mereka akan perjanjian mereka dengan Allah. Jelas bahwa Allah tidak dengan senang hati menghukum umat-Nya. Ketiga, di dalam hukuman pun, ada anugerah Allah. Dalam kasus hukuman terhadap orang Israel dan Yehuda, Allah tidak membinasakan mereka seluruhnya. Saat Babel menaklukkan Kerajaan Yehuda dan mengangkut rakyatnya ke Babel, sebagian di antara mereka (dan keturunannya) akhirnya kembali ke Yehuda. Kehidupan rakyat Yehuda di pembuangan pun tidak buruk. Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego menjadi pejabat tinggi di kerajaan Babel. Di tempat pembuangan pun, Allah tetap memelihara umat-Nya.
Bacaan Alkitab hari ini menolong kita untuk mengevaluasi diri. Banyak orang terus hidup dalam dosa karena berpikir bahwa Allah akan selalu mengampuni dan menutup mata terhadap dosa-dosa yang mereka perbuat. Kesabaran Allah harus dipandang sebagai kesempatan untuk berbalik dari dosa dan hidup menaati kehendak Allah, bukan kebebasan untuk hidup di dalam dosa. Saat Allah menegur, jangan mengeraskan hati dan tidak mau bertobat. Bila Anda tidak bertobat, saat waktunya tiba, Allah akan menjatuhkan hukuman. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus berkata, "Jika demikian, apa yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah anugerah itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?" (Roma 6:1-2). Apakah Anda bersedia untuk hidup bersandar kepada pimpinan Roh Kudus, sehingga Anda sanggup hidup menaati kehendak Allah setiap hari?