Hosea 12–13 merupakan puncak tuduhan Allah terhadap Israel, dengan sorotan tajam terhadap ketidaksetiaan Israel, sekaligus penyingkapan kasih Allah yang tidak pernah gagal. Pasal 12 dibuka dengan sindiran tragis bahwa Israel "menggembalakan angin" dan "mengejar angin timur" (12:2). Ini adalah simbol kebodohan rohani yang sia-sia. Israel sibuk mengejar hal-hal yang tidak hanya kosong dan hampa, tetapi juga merusak. Mereka mengandalkan perjanjian politik dengan Asyur dan Mesir, serta melupakan perjanjian dengan Allah. Mereka menggantikan kepercayaan kepada Allah dan menggantikannya dengan kekuatan manusia yang sia-sia; merusak iman mereka dengan tenggelam dalam kejahatan yang menolak dan mengabaikan TUHAN. Oleh karena itu, Nabi Hosea memakai kisah nenek moyang—Yakub (12:3–5)—untuk menegur Israel: Yakub yang licik itu berjumpa dengan Allah, bergumul, dan mencari belas kasihan. Pesan teologisnya jelas, yaitu bahwa umat Allah harus meniru Yakub yang berhenti mengandalkan tipu daya dan belajar bersandar pada rahmat Allah. Panggilan Hosea menegaskan hal ini, "Engkau harus berbalik kepada Allahmu, peliharalah kasih setia dan keadilan, dan nantikanlah Allahmu senantiasa." (12:7).
Pasal 13 memperlihatkan sisi gelap lain dari ketegaran hati Israel. Mereka dahulu mulia, tetapi mereka "mati" saat berpaling kepada Baal (13:1). Penyembahan berhala disertai kemerosotan moral dan sosial, termasuk mempersembahkan anak-anak sebagai kurban bakaran. Akibatnya, mereka akan lenyap seperti kabut, embun, sekam, dan asap (13:3). Inilah gambaran kefanaan hidup yang sia-sia tanpa Allah. Allah yang dahulu menjadi satu-satunya Raja dan Penolong mereka (13:9), kini dilupakan. Oleh karena itu, konsekuensinya tidak terelakkan: Allah akan menjadi seperti singa, macan tutul, dan beruang yang menerkam (13:7-8). Kiasan ini menakutkan: Allah—yang seharusnya melindungi Israel—menjadi lawan karena dosa mereka. Mereka akan hancur karena menolak, bahkan melawan Allah (13:9). Hukuman ini memuncak dalam nubuat yang tajam, yaitu Israel akan dibawa ke dalam maut dan kebinasaan (13:14-14:1). Dosa penyembahan berhala dan pengkhianatan politik akhirnya menghasilkan kehancuran total, yaitu jatuhnya Samaria ke tangan Asyur pada tahun 722 SM.
Israel binasa karena memberontak kepada Allah dengan lebih memilih berhala serta kekuatan manusia daripada rahmat-Nya. Hidup yang "menggembalakan angin" berakhir dalam kehampaan. Hanya Allah, satu-satunya sumber keselamatan dan pengharapan, Pemberi hidup yang kokoh dan kekal. Pertanyaannya: Apakah Anda masih bersandar pada "Mesir" dan "Asyur" zaman ini—yaitu harta, kuasa, atau kesuksesan—atau Anda mau taat dan mengandalkan Allah dengan hati yang setia?