Penghakiman, Pertobatan, dan Pengharapan
Kitab Yoel adalah salah satu kitab nabi kecil yang cukup singkat, karena hanya terdiri dari tiga pasal saja. Kitab ini juga sangat minim informasi mengenai penulisnya, yaitu Nabi Yoel. Meskipun demikian, kitab Yoel memiliki kedalaman teologis yang luar biasa dan penuh dengan pesan yang masih relevan bagi umat Allah sepanjang zaman. Dalam kitab ini, kita mendengar suara Allah yang berbicara melalui nabi-Nya di tengah bencana yang melanda umat Israel, yaitu serangan belalang yang menghancurkan hasil bumi dan melumpuhkan kehidupan ekonomi, sosial, bahkan ibadah umat Israel. Bagi Nabi Yoel, peristiwa alam yang tampak biasa ini adalah pengingat serius dari Allah tentang realitas penghakiman-Nya. Kitab Yoel mendesak kita untuk melihat krisis dan bencana bukan hanya secara horizontal—sebagai peristiwa duniawi—tetapi juga secara vertikal—sebagai teguran dari Allah yang memanggil umat-Nya untuk kembali kepada-Nya.
Terjadinya bencana besar merupakan pengingat akan datangnya hari penghakiman (1:1–2:11). Suara kenabian Yoel merujuk pada "Hari TUHAN", yaitu hari saat Allah menghakimi dosa umat-Nya dan bangsa-bangsa di dunia. Namun, kitab ini bukan hanya membahas murka dan penghukuman Allah. Nabi Yoel menegaskan bahwa Allah itu tidak kejam, melainkan panjang sabar dan berlimpah kasih setia, serta senang mengampuni (2:13). Allah yang berdaulat itu memanggil umat-Nya untuk kembali, dan kasih karunia-Nya memberi kesempatan kepada kita untuk bertobat (2:12–27). Pertobatan sejati bukan hanya memulihkan relasi kita dengan Allah, tetapi juga mengisi hidup kita dengan Roh Kudus, lalu mengutus kita untuk bersaksi kepada dunia bahwa keselamatan tersedia bagi setiap orang yang berseru kepada nama Tuhan (2:32).
Jika kita menelusuri alur kitab Yoel, kita akan menemukan susunan pemikiran kitab Yoel yang terstruktur: Ada bencana yang membawa pesan penghakiman, ada pertobatan yang membawa pemulihan, ada Roh Kudus yang memperlengkapi, dan ada keadilan Allah yang menghibur. Pemaparan Yoel tidak hanya berlaku bagi umat Israel saja, tetapi juga relevan bagi gereja di sepanjang masa. Dalam terang berita Injil, nubuat Nabi Yoel memuncak di dalam dan melalui Yesus Kristus yang tersalib dan bangkit serta melalui pencurahan Roh Kudus yang memperbarui hidup setiap orang yang percaya kepada-Nya. Inilah pesan utama yang disampaikan dalam kitab Yoel, yaitu Allah memanggil umat-Nya untuk bertobat, dipulihkan, dan hidup dalam hadirat Allah yang penuh pengharapan. [GI Tommy Chendana]
Ketika Belalang Menjadi Suara Tuhan
Selasa, 9 Desember 2025
Bacaan Alkitab hari ini:
Yoel 1
Sulit rasanya membayangkan bahwa tanah sebuah negeri yang semula subur, damai, dan berlimpah hasil bumi berubah menjadi tanah tandus dalam sekejap mata. Langit yang cerah menjadi kelabu. Tawa riang anak-anak lenyap. Anehnya, perubahan ini bukan disebabkan oleh serangan tentara musuh yang kuat atau bencana alam yang dahsyat, melainkan oleh kawanan belalang yang datang seperti gelombang yang tak terbendung. Mereka melahap habis setiap daun, buah, dan apa saja yang ada di hadapan mereka. Dalam pandangan manusia, peristiwa itu tampak seperti bencana biasa. Namun, mereka yang peka dapat melihat bahwa di balik kehancuran itu tersembunyi pesan ilahi. Tuhan tidak selalu berbicara melalui suara yang keras. Tuhan bisa memakai makhluk kecil—yaitu belalang—untuk menghancurkan kesombongan manusia dan menuntun mereka yang telah menjauh dari Tuhan agar kembali mendekat kepada-Nya. Inilah yang dialami oleh bangsa Israel!
Kitab Yoel dibuka dengan gambaran tentang sebuah tragedi ekologis, yaitu serangan belalang yang menghancurkan hasil panen (bandingkan dengan Ulangan 28:38,42). Nubuat ini menyingkapkan bahwa bencana itu bukan semata-mata fenomena alam biasa, melainkan cermin dari kegagalan umat Israel untuk setia dan taat kepada TUHAN. Secara lahiriah, ritual masih dijalankan, tetapi hati mereka jauh dari Tuhan. Oleh karena itu, bencana belalang merupakan suara Tuhan yang menegur umat-Nya (1:2-5). Yoel memanggil para imam, tua-tua, dan semua umat untuk bertobat dengan berpuasa, mengenakan kain kabung, dan berseru kepada Allah (1:13-14). Yoel mengaitkan masa penghakiman yang mengerikan ini dengan "hari TUHAN" (1:15), yaitu hari saat TUHAN menghakimi mereka yang menolak dan memberontak melawan Dia, sekaligus menyelamatkan mereka yang percaya dan setia menaati Dia. Secara teologis, pasal ini mengajak umat Allah melihat bencana "belalang" sebagai alarm rohani untuk introspeksi diri: Apakah kita mengandalkan Tuhan atau hanya sekadar menjalankan tradisi keagamaan sambil menikmati kenyamanan?
Di balik bencana dan kehancuran, Allah menghadirkan kasih yang diwujudkan melalui karya penebusan Kristus di kayu salib. Kristus datang untuk membawa pemulihan dan menanggung hukuman. Terkadang Tuhan "mengusik" kenyamanan kita lewat krisis—bisa menyangkut ekonomi, kesehatan, relasi keluarga, dan sebagainya—bukan untuk menghancurkan, tetapi agar kita kembali mencari Dia dan makin peka mendengar suara-Nya. Saat menghadapi krisis, apakah Anda lebih sibuk meratapi kehilangan yang Anda alami, atau Anda berusaha memahami pesan Allah di balik krisis tersebut?