Saat menghadapi ancaman bahaya dari tentara Asyur, Raja Hizkia merendahkan dirinya di hadapan Tuhan dengan mengoyakkan pakaian dan memakai kain kabung, serta mencari pertolongan Tuhan (37:1-4), sehingga Tuhan mengutus Malaikat-Nya untuk membinasakan 185.000 tentara Asyur (37:36). Saat Tuhan mengumumkan bahwa dia akan mati, Raja Hizkia menangis dan memohon kemurahan Tuhan, sehingga Tuhan memperpanjang umurnya sampai lima belas tahun (38:1-6). Akan tetapi, saat raja Babel mengirim utusan untuk memberi penghargaan kepadanya, Raja Hizkia terlena dan dia memamerkan seluruh kekayaannya, bukan hanya istananya melainkan kekayaan seluruh wilayah kekuasaannya. Akibatnya, Tuhan menghukum dengan merampas seluruh kekayaan yang telah dipamerkannya itu untuk dibawa ke Babel, bahkan rakyat Yehuda juga ikut dibuang ke Babel (pasal 39).
Saat Raja Hizkia merasa lemah dan terancam, dia bisa merendahkan dirinya di hadapan Tuhan. Akan tetapi, saat merasa kuat dan kaya, dia lupa bahwa semua yang dimilikinya adalah anugerah Allah yang harus diterima dengan rasa syukur dan kerendahan hati. Akibatnya, dia kuat saat merasa bahwa kondisinya lemah, tetapi dia lemah saat merasa bahwa kondisinya kuat. Dia jatuh bukan saat dia lemah, melainkan saat dia kuat. Kisah di atas merupakan suatu peringatan bagi orang Kristen bahwa sumber kekuatan kita adalah bila kita bersandar kepada Tuhan. Bila kita merasa bahwa diri kita kuat dan mampu, saat itu bahaya menanti dan kejatuhan menunggu. Evaluasilah diri Anda: Apakah Anda lebih bersemangat berdoa saat menghadapi banyak masalah atau saat keadaan normal dan baik? [P]
"Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat." 2 Korintus 12:10