Kisah Naaman diapit oleh kisah mengenai dua orang pelayan. Yang pertama adalah anak gadis Israel yang ditawan sebagai budak di rumah Naaman. Yang kedua adalah Gehazi, pelayan nabi Elisa. Namun, sikap keduanya berbeda dari segi contentment (rasa puas/menerima keadaan diri). Gadis Israel yang menjadi tawanan di negeri asing tidak ragu untuk memberi nasihat bahwa di Samaria ada nabi yang bisa menyembuhkan tuannya. Gadis ini tahu diri, sehingga hanya melalui nyonyanya ia menyampaikan hal ini, bukan mencari muka demi keuntungan dirinya di hadapan sang tuan. Tetapi, sikap Gehazi sebaliknya. Melihat adanya keuntungan materi di depan mata, dia tidak ragu untuk mengambilnya.
Kedua kisah tadi mengapit kisah Naaman. Walaupun semula tersinggung berat terhadap Elisa, dia mau kembali untuk mengucapkan terima kasih kepada Elisa dan kepada Allah Israel. Hal ini mengingatkan kita pada peristiwa saat Tuhan Yesus menyembuhkan 10 orang kusta dan hanya 1 orang asing yang kembali untuk bersyukur. Sayangnya, hal yang indah itu tercemar oleh perbuatan Gehazi. Ketidakpuasan diri membuat hukuman menimpa dia dan kaum keluarganya selamanya. Apakah upah yang diterima anak gadis itu? Tidak ada yang tahu. Namun, mengingat rasa syukur Naaman yang besar sehingga ia dengan sangat murah hati memberi upah kepada Elisa (namun ditolak, dan kemudian diterima oleh Gehazi), kemungkinan besar dia pun memberi upah sangat besar kepada anak perempuan itu, bahkan mungkin saja ia mengangkatnya sebagai anak. Dalam kondisi apa pun, belajarlah untuk bersabar dan bersyukur. Tuhan tidak buta dan tidak tuli. Dia akan menolong pada waktu-Nya terhadap kita yang sabar menanti Dia. [PHJ]
"TUHAN, aku tidak tinggi hati, dan tidak memandang dengan sombong; aku tidak mengejar hal-hal yang terlalu besar atau halhal yang terlalu ajaib bagiku. ... Berharaplah kepada TUHAN, hai Israel, dari sekarang sampai selama-lamanya!" Mazmur 131:1, 3