Sejarah bangsa Israel dimulai dari panggilan Tuhan kepada Abraham di Haran, yang dengan iman direspons Abraham dengan ketaatan (Kejadian 12:1-4). Iman Abraham ditunjukkan dengan mempercayai Allah dan janji-Nya (Kejadian 15:6; lihat juga peristiwa Allah meminta Abraham mengorbankan anaknya dalam Kejadian 22:1-19), sehingga Abraham dijuluki sebagai "Bapa" dari orang-orang yang hidup oleh iman (Galatia 3:7). Sayangnya, keturunan Abraham--yaitu bangsa Israel--berkali-kali menyakiti hati Allah dengan ketidakpercayaan mereka. Allah menyebut bangsa Israel sebagai bangsa yang tegar tengkuk (Keluaran 32:9; Ulangan 31:27; dan sebagainya).
Dalam 2 Raja-Raja 7, bangsa Israel berada pada titik krisis iman. Ketika Elisa menyampaikan firman pengharapan dari Allah, seorang perwira Israel berani menolak untuk percaya (7:1-2). Perhatikan bagaimana sampai dua kali Alkitab mencatat tergenapinya firman Allah soal harga tepung dan jelai (7:16, 18), yang menegaskan keharusan bagi bangsa Israel untuk tidak meragukan Allah, melainkan percaya kepada-Nya. Perhatikan bahwa Alkitab sampai dua kali membicarakan soal peristiwa matinya perwira ini dan alasan kematiannya (7:17, 19-20) yang menunjukkan betapa seriusnya dosa orang ini di hadapan Allah.
Terkadang kita membiarkan kebimbangan kecil atau keraguan kecil terhadap Allah, ketika kita tidak bisa melihat jalan keluar dari masalah hidup yang kita hadapi. Apakah Anda masih meyakini kuasa Allah? Apakah Anda masih berdoa memohon pertolongan-Nya? Apakah Anda masih mempercayai pertolongan dan kebaikan-Nya? Ingat, Allah kecewa terhadap orang yang tidak mempercayai Dia. Mari, sebelum murka-Nya turun atas kita, percayalah kepada-Nya hari ini! [PHJ]
Setelah Yesus masuk ke dalam sebuah rumah, datanglah kedua orang buta itu kepada-Nya dan Yesus berkata kepada mereka: "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami percaya." Matius 9:28