Setelah mendengar ucapan para utusan raja Asyur, Hizkia mencari Tuhan, bukan untuk meratap atau menceritakan ketakutannya, melainkan untuk mengetahui hukuman yang akan Allah jatuhkan kepada bangsa Asyur yang sudah menghina Allah (19:4). Melalui Yesaya, Tuhan menjanjikan bahwa semua pasukan Asyur akan ditarik mundur dan Raja Asyur akan mati oleh pedang, padahal Raja Asyur sedang giat-giatnya menaklukkan kerajaan-kerajaan lain. Bukankah berita itu bertolak belakang dengan keadaan yang terlihat? Bagaimana mungkin Raja Asyur menarik pasukan untuk pulang?
Berita provokasi kedua yang datang kepada Hizkia berisi tantangan bahwa sia-sia mengandalkan Tuhan, sedangkan allah bangsa-bangsa lain gagal membela bangsa-bangsa itu. Setelah menerima surat itu, Hizkia pergi ke rumah Tuhan dan membentangkannya di hadapan Tuhan. Di dalam doanya, Hizkia menegaskan imannya kepada Allah yang berdaulat. Allah berbeda dengan patung buatan tangan manusia. Hizkia memohon agar Allah menyelamatkan umat-Nya, bukan hanya untuk keselamatan umat Tuhan, melainkan supaya segala kerajaan di bumi mengetahui bahwa TUHAN adalah satu-satunya Allah yang sejati (19:19).
Iman Hizkia kepada Tuhan tidak tergoyahkan saat menghadapi tantangan berat. Hal ini tepat seperti kesaksian Alkitab bahwa Hizkia percaya kepada Tuhan, Allah Israel, melebihi semua raja yang pernah ada sebelum maupun sesudah dia (18:5). Apakah kita memiliki iman yang seperti Hizkia di tengah pergumulan yang kita alami? Apakah kita lebih memikirkan Nama Tuhan dan bagaimana Tuhan dimuliakan daripada memikirkan diri sendiri? [PHJ]
"Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sor ga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga." Matius 6:9-10