Pengunjuk rasa memprotes vonis bebas seorang koruptor dengan mengusung keranda, simbol matinya hukum dan keadilan. Sebuah pesan sering lebih didengar dan lebih berdampak bila tidak hanya disuarakan, tetapi juga didramatisasi (diperagakan). Nabi Yeremia diperintahkan Allah untuk melakukan aksi membeli dan menanam ikat pinggang di tepi sungai (13:1-7). Ikat pinggang yang menjadi lapuk sehingga tak berguna lagi adalah simbol rusaknya kedekatan Israel dan Yehuda dengan Allah, sekaligus rusaknya fungsi mereka sebagai umat pemancar kemuliaan Allah, bahkan melambangkan kehancuran yang akan datang menimpa Yerusalem dan Yehuda. Itulah akibat kejahatan dan persundalan rohani mereka (13:8-11, 27). Selain lewat peragaan ikat pinggang, Yeremia menyampaikan pesan Allah dengan memakai bahasa dan gambaran yang keras: "buyung anggur yang dibanting sampai hancur", "hari yang diubah jadi gelap gulita", "diangkut tertawan", "kesakitan seperti perempuan melahirkan", "perempuan yang disingkapkan ujung kainnya dan diperkosa", dan "orang hitam yang tidak mungkin mengubah warna kulitnya", serta "macan tutul yang tak bisa mengubah belangnya". (13:12-26). Pesan penghukuman dan panggilan bertobat disampaikan Yeremia dengan segala cara, dengan harapan bahwa Yehuda akan bertobat (13:27).
Seperti kaum Farisi yang merasa diri suci sehingga tak peka terhadap dosa dan sulit berubah (Matius 23:23-33), status sebagai kaum pilihan Allah bisa membuat kita merasa aman, sekaligus membuat kita bersikap degil (tidak mau mendengar nasihat). Saat Allah berbicara lewat berbagai cara (kotbah, nasihat, teguran, serta peristiwa, apakah Anda benar-benar mau mendengar dan taat? [ICW]
"Zinahmu dan ringkikmu, persundalanmu yang mesum di atas bukit-bukit dan di padang-padang, Aku sudah melihat perbuatanmu yang keji itu. Celakalah engkau, hai Y erusalem, berapa lama lagi hingga engkau menjadi tahir?" Yeremia 13:27