Amsal pasal 30 bukan ditulis oleh Raja Salomo, melainkan oleh seorang yang bernama Agur. Kita tidak tahu secara pasti siapakah Agur ini. Namun, di pasal ini, Agur nampak sebagai seorang yang mempunyai hati yang takut akan Tuhan. Sekalipun dalam pasal ini dia mengaku bahwa dia tidak mempelajari hikmat, sesungguhnya dia tahu apakah hikmat itu, yaitu bahwa melalui hikmatlah seseorang dapat mengenal Yang Mahakudus (30:3). Inilah yang menjadikan dia setidak-tidaknya mempunyai hikmat dan mampu menuliskan pasal ini--yang merupakan amsal hikmat--bagi kita. Sesungguhnya, langkah awal untuk memiliki hikmat dimulai dari kesadaran bahwa kita belum memiliki hikmat tersebut. Hikmat yang kita dapatkan adalah penting untuk diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya. Jika hikmat tidak diteruskan, maka generasi berikutnya menjadi generasi yang tidak memiliki moral yang benar (30:11-14).
Bagaimana kita tahu bahwa seseorang sudah memiliki hikmat? Dalam diri orang yang berhikmat selalu ada keinginan untuk memuliakan Tuhan, bukan untuk mempermalukan Tuhan. Sebagai contoh adalah hal yang berkaitan dengan materi. Penulis memohon dua hal yang amat indah, yaitu hidup benar dan kecukupan. Dia memohon kecukupan--tidak berlebihan atau tidak kaya--agar dia tidak membanggakan diri dan menyangkal Tuhan. Dia juga memohon agar tidak kekurangan atau miskin, sehingga dia tidak melakukan perbuatan jahat yang dapat mempermalukan nama Tuhan. Penulis memohon hal seperti itu karena dia tahu siapakah Allah sesungguhnya (30:4). Bagaimana dengan Anda, apakah Anda juga merindukan hikmat? [A]
"Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati ..." Amsal 30:7