Pengantar Pendidikan
Manusia dan Pendidikan
Saya yakin bahwa kita semua pasti berpendapat bahwa pendidikan itu sangat penting. Namun, apakah sesungguhnya pendidikan itu? Dalam delapan hari ini, kita akan merenungkan beberapa aspek tentang pendidikan menurut pandangan Kristen.
Untuk memahami arti pendidikan, kita harus memahami hakikat dan panggilan manusia. Tuhan menciptakan manusia menurut gambar Allah dan memberikan mandat penciptaan, yaitu tanggung jawab untuk mengelola dunia. Charles H. Thiessen berpendapat bahwa gambar Allah itu meliputi tiga keserupaan dengan Allah. Pertama, keserupaan mental, yaitu kemampuan mental yang membuat manusia dapat berpikir dan bertindak untuk mengelola dunia sesuai dengan pemikiran Allah. Kedua, keserupaan moral, yaitu kemampuan manusia untuk menyelaraskan diri dengan moralitas Allah dalam menilai benar atau salah, sehingga ia dapat mengelola dunia secara benar dan baik sesuai dengan kehendak Allah. Ketiga, keserupaan sosial, yaitu sifat sosial yang membuat manusia dapat menikmati persekutuan kasih dengan Allah dan sesama serta dapat menerapkan kasih sayang dalam menjalankan panggilan hidupnya untuk mengelola dunia.
Sayangnya, dosa telah merusak gambar Allah dalam diri manusia. Akibatnya, manusia tidak dapat secara utuh menjalankan panggilannya untuk mengelola dunia. Bahkan, manusia tidak segan untuk merusak alam dan menindas sesama demi keuntungan pribadi. Kemampuan mental, moral, dan sosial manusia perlu dipulihkan, dilatih, dan dikembangkan untuk memenuhi panggilan hidupnya. Dalam hal inilah manusia memerlukan pendidikan. Hewan dan ciptaan lainnya tidak memiliki kemampuan mental, moral, dan sosial yang perlu dikembangkan untuk memenuhi tanggung jawab seperti manusia. Dalam bukunya yang berjudul The Christian Philosophy of Education Explained, Stephen C. Perks berkata, ?Bagi orang Kristen, tujuan pendidikan adalah untuk memfasilitasi pende-wasaan/pematangan gambar Allah dalam diri anak-anak agar dapat bertumbuh menjadi manusia sejati, sehingga seorang anak dapat memenuhi mandat penciptaan di dalam ketaatan pada Firman Tuhan?. Bila demikian, pendidikan seperti apakah yang baik bagi kita dan anak-anak kita? [Pdt Petroes Soeryo]
Kata "didiklah" di dalam Amsal 22:6 yang kita baca hari ini berasal dari kata Ibrani chanak (חֲ נךְ) yang dapat berarti mendidik, melatih, atau mendedikasikan. Menariknya, kata ini juga dapat berarti "memasukkan sesuatu ke mulut" untuk menggambarkan tindakan seorang ibu di daerah Timur Tengah pada masa itu dalam melatih bayi untuk beralih dari minum susu ke makanan orang dewasa (menyapih). Seorang ibu akan secara sengaja mengunyah atau menghancurkan makanan, lalu mengoleskannya ke lidah bayi tersebut. Tujuannya adalah agar sang bayi mencicipi dan mulai menerima makanan yang seterusnya akan dia makan sejalan dengan pertumbuhan usianya. Jadi, selain memberi nasihat agar orang tua mendidik anak-anak mereka, ayat di atas juga menyingkapkan prinsip dasar tentang pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses belajar yang disengaja seperti seorang ibu yang?secara bertahap?sengaja mengganti makanan bagi bayinya ketika menyapih. Dalam pendidikan, seorang anak diberi sebuah rangkaian program pembelajaran berjenjang agar anak itu?secara bertahap?bertumbuh mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, perlu ada upaya disengaja dari orang dewasa untuk merumuskan tujuan yang hendak dicapai, merancang pengetahuan yang perlu diajarkan, dan mengajarkannya.
Orang tua tak boleh membiarkan anaknya bertumbuh tanpa didikan. Memang, manusia memiliki rasio untuk dapat belajar secara alamiah dan spontan dari segala sesuatu di sekitarnya. Namun, belajar secara spontan adalah belajar tanpa tujuan tertentu yang hendak dicapai. Masalahnya, kerusakan akibat dosa membuat manusia lebih tertarik untuk "belajar" berbuat dosa daripada "belajar" taat kepada kebenaran Allah. Di sekitar kita, terlihat betapa mudahnya anak-anak belajar berbohong, menyontek, mengonsumsi narkoba, melakukan tindak kriminal, dan sebagainya. Tidak mendidik anak sama saja dengan membiarkan anak belajar dari dunia yang sudah rusak karena dosa. Dalam ayat di atas, kata "didiklah" juga berarti "mendedikasikan". Maksudnya, dengan mendidik, kita mendedikasikan anak kita kepada Tuhan untuk memenuhi panggilan hidup yang mulia di tengah dunia. Apakah Anda telah membiasakan diri menyisihkan waktu khusus untuk mendidik anak-anak Anda? Kepada siapa Anda mendedikasikan anak Anda: Kepada dunia atau kepada Tuhan? [Pdt Petroes Soeryo]