Yesaya 1

Ritual Bukan Pengganti Kesalehan

1 November 2020

Pengantar Redaksi untuk GeMA edisi November-Desember 2020

Salam sejahtera dalam kasih Kristus.

Pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir membuat ruang gerak hidup kita menjadi terbatas. Penghasilan banyak orang berkurang, bahkan cukup banyak orang yang harus bergumul untuk mempertahankan hidup karena kehilangan pekerjaan. Banyak orang harus berganti usaha atau pekerjaan. Hanya mereka yang bisa segera menyesuaikan diri dengan kondisi baru yang bisa bertahan. Dalam situasi seperti ini, kita bisa menjadi gampang marah. Bila tidak bisa menguasai emosi, kita bisa salah bertindak dan muncul masalah baru. Agar bisa menguasai emosi, kita harus bisa menguasai pikiran. Jangan biarkan diri kita terus berpikir secara negatif. Hubungan dengan orang lain--termasuk anggota keluarga--sangat ditentukan oleh cara pandang kita. Bila cara pandang kita negatif, sikap kita akan negatif. Yang paling menolong kita untuk menghadapi situasi sulit ini adalah mendekatkan diri pada Tuhan. Meyakini kebaikan, kedaulatan, dan kemahakuasaan Tuhan akan membuat kita menjadi bijaksana dalam bersikap.

Pada GeMA edisi ini, kita akan membaca dan merenungkan bagian pertama kitab Yesaya, beberapa Mazmur, surat 2 Timotius, surat Titus, serta mengikuti renungan khusus Natal dan Akhir Tahun. Pada intinya, bagian pertama kitab Yesaya membicarakan tentang penilaian Allah terhadap Kerajaan Yehuda--yaitu Kerajaan Israel bagian Selatan--pada zaman Nabi Yesaya, beserta nubuat mengenai Kerajaan Yehuda dan bangsa-bangsa yang berinteraksi dengan mereka. Surat 2 Timotius dan surat Titus adalah dua surat yang ditulis Rasul Paulus untuk menolong pelayanan Timotius dan Titus. Renungan Natal tahun ini merupakan perenungan tentang Kasih Allah yang telah menganugerahkan Yesus Kristus untuk datang ke dunia guna menyelamatkan kita dari hukuman dosa. Renungan akhir tahun mengingatkan bahwa walaupun tahun ini berakhir dalam situasi pandemi, Allah tetap merupakan tempat kita berlindung.

Mengingat bahwa pandemi Covid-19 masih belum berakhir, GeMA edisi ini masih belum dicetak dan masih dibagikan dalam bentuk digital. Kami bersyukur bahwa edisi ini masih selesai tepat waktu, walaupun harus diselesaikan dengan susah payah. Terima kasih untuk para penerjemah yang mendukung pelayanan ini dengan setia. Semoga GeMA edisi ini bermanfaat bagi pembaca.





Pengantar Kitab Yesaya
Nabi TUHAN di Tengah Bangsa yang Berdosa

Ayah Nabi Yesaya bernama Amos. Nama "Amos" ini tidak berkaitan dengan Nabi Amos yang menulis kitab Amos. Menurut tradisi, Amos--yaitu ayah dari Nabi Yesaya--adalah saudara dari Raja Amazia, yaitu ayah Raja Uzia. Akan tetapi, tradisi itu amat meragukan. Sekalipun demikian, kemampuan sastra dan kedekatan Nabi Yesaya dengan kalangan istana memberi petunjuk bahwa kemungkinan besar, beliau adalah keturunan seorang bangsawan Kerajaan Yehuda. Walaupun dalam Alkitab Terjemahan Lama--sama seperti dalam Alkitab bahasa Ibrani--istri Nabi Yesaya disebut "nabiah", tetapi kata tersebut diterjemahkan sebagai "isteri" dalam Alkitab Terjemahan Baru (Yesaya 8:3) karena tidak ada ayat dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa istri Nabi Yesaya pernah bernubuat. Ada dugaan bahwa sebutan "nabiah" itu dikenakan karena sang suami--yaitu Yesaya--adalah seorang nabi.

Nabi Yesaya melayani pada masa pemerintahan Raja Uzia, Yotam, Ahas, dan Hizkia. Dia menerima panggilan untuk melakukan tugas kenabian pada tahun wafatnya Raja Uzia (Yesaya 6:1), yaitu sekitar tahun 740 BC. Menurut tradisi Yahudi, Nabi Yesaya mati dibunuh oleh Raja Manasye--yaitu putra Raja Hizkia--dengan cara digergaji (bandingkan dengan Ibrani 11:37). Mengingat bahwa Raja Hizkia wafat pada tahun 686 BC, jelas bahwa pelayanan Nabi Yesaya mencakup rentang waktu lebih dari setengah abad.

Yesaya adalah nabi yang melayani di Kerajaan Yehuda, dan secara khusus melayani di kota Yerusalem, yaitu ibu kota Kerajaan Yehuda atau Kerajaan Israel Selatan. Ingatlah bahwa Kerajaan Israel--yang merupakan satu Kerajaan pada zaman Raja Saul, Raja Daud, dan Raja Salomo--pecah menjadi dua kerajaan pada masa pemerintahan Raja Rehabeam, yaitu anak Raja Salomo. Sesudah pecah, umumnya, sebutan "Yehuda" menunjuk kepada Kerajaan Israel Selatan dan sebutan "Israel" menunjuk kepada Kerajaan Israel Utara. Akan tetapi, pembedaan itu tidak selalu ketat. Kadang-kadang, sebutan "Israel" bisa saja menunjuk kepada umat Israel di Kerajaan Selatan atau menunjuk kepada seluruh bangsa Israel.

Kitab Yesaya memaparkan bahwa Allah Israel adalah Allah yang kudus yang tidak bisa membiarkan keberadaan dosa. Oleh karena itu, dosa bangsa Israel--yang sudah keterlaluan--dan juga dosa bangsa-bangsa lain mengundang datangnya hukuman Allah. Sekalipun demikian, anugerah Allah selalu tersedia bagi orang berdosa yang mau bertobat! [GI Purnama]





Renungan GeMA 1 November 2020
Ritual Bukan Pengganti Kesalehan

Penilaian TUHAN terhadap bangsa Israel sangat menyedihkan: Bangsa Israel digambarkan sebagai anak-anak durhaka yang memberontak terhadap orang tua yang telah membesarkan mereka. Mereka tidak berterima kasih terhadap Tuhan yang telah memelihara hidup mereka. Kelakuan mereka yang tidak berterima kasih itu lebih buruk daripada kelakuan binatang! Tuhan menyebut mereka sebagai bangsa yang berdosa dan jahat, dan kelakuan mereka yang buruk itu berlangsung turun-temurun (1:2-4).

Yang menambah masalah, bangsa Israel tidak peka terhadap teguran atau hukuman Tuhan. Mereka tidak bertobat walaupun Tuhan sudah sering memberi hukuman saat mereka jatuh dalam dosa. Mereka berpikir bahwa tuntutan Tuhan hanyalah beribadah dan memberi persembahan korban, padahal yang terpenting dalam pandangan Tuhan adalah menjauhi perbuatan jahat dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Bagi Tuhan, perbuatan jahat membuat ibadah umat-Nya menjemukan dan persembahan korban mereka menjijikkan. Ibadah harus disertai dengan pertobatan dari perbuatan jahat serta dengan cara hidup yang saleh. Kebanggaan sebagai anggota umat Tuhan serta kesalehan menjalankan ritual atau upacara keagamaan tidak meniadakan kewajiban menjauhi dosa dan berbuat baik (1:11-17).

Bila Allah menuntut umat Yehuda menjalani kehidupan yang saleh, Allah juga menuntut orang Kristen agar hidup dalam ketaatan terhadap kehendak-Nya yang tertulis di dalam firman-Nya. Sungguh keliru bila kita menyangka bahwa tuntutan Allah yang paling utama terhadap orang percaya masa kini adalah agar kita menjalankan upacara keagamaan seperti memberi diri dibaptis, mengikuti perjamuan kudus, mengikuti ibadah, dan memberi persembahan! Percuma kita beribadah bila kita berbisnis dengan cara-cara kotor seperti menyuap dan menipu, atau kita menumpuk kekayaan dengan cara memeras orang yang bekerja pada diri kita. Pada masa kini, tuntutan Allah yang paling utama adalah agar kita bertobat dan meninggalkan dosa, memercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamat, serta melakukan perbuatan baik atau perbuatan yang dikehendaki Allah. Ingatlah selalu bahwa ibadah yang benar bukan sekadar upacara keagamaan, melainkan ibadah yang disertai kesalehan hidup. Bagaimana dengan ibadah Anda? [GI Purnama]

Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh.
Yakobus 5: 16


www.gky.or.id | Gereja Kristus Yesus Copyright 2019. All rights Reserved. Design & Development by AQUA GENESIS Web Development & Design