Peristiwa penangkapan sampai penyaliban Tuhan Yesus adalah peristiwa yang berlangsung amat cepat, kurang dari 24 jam. Akan tetapi, peristiwa yang berlangsung amat cepat itu mengubah kehidupan manusia secara radikal, khususnya mengubah kehidupan murid-murid Tuhan Yesus.
Ingatlah bahwa Tuhan Yesus bukan tertangkap, melainkan menyerahkan diri-Nya untuk ditangkap. Bila Ia tidak menyerahkan diri, mustahil manusia bisa menangkap Dia! Dia diadili dalam dua macam pengadilan yang tidak adil, yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri. Pengadilan Agama terdiri dari pengadilan oleh Hanas--mertua Imam Besar Kayafas yang merupakan mantan Imam Besar--dan disusul dengan pengadilan oleh Imam Besar Kayafas yang didampingi Mahkamah Agama atau Sanhedrin. Pengadilan itu tidak wajar karena saksi-saksi yang diajukan sembarangan dan tidak kompak. Pengadilan itu hanya mencari-cari alasan untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus Kristus. Bisa dikatakan bahwa sebenarnya, vonis sudah dijatuhkan sebelum pengadilan berlangsung. Karena Pengadilan Agama Yahudi tidak berwewenang untuk menjatuhkan hukuman mati, para pemimpin Agama Yahudi membawa kasus Yesus Kristus ke Pengadilan Negeri yang dipimpin Pontius Pilatus. Pontius Pilatus mengadili dengan rasa galau karena dia tahu bahwa Yesus Kristus tidak bersalah. Sayangnya, dia takut menentang permintaan para pemimpin Agama Yahudi yang mengancam akan melapor kepada kaisar bila tuntutan mereka tak dipenuhi. Di tengah kegalauan, Pontius Pilatus sempat menyerahkan kasus tersebut kepada Herodes yang kebetulan sedang berkunjung ke Yerusalem. Akan tetapi, Herodes pun tidak menemukan kesalahan Yesus Kristus, sehingga kasus itu dikembalikan lagi kepada Pontius Pilatus.
Desakan para pemimpin Agama Yahudi membuat Pontius Pilatus mengabaikan hati nuraninya dan mengabulkan permohonan para pemimpin Agama Yahudi untuk menyalibkan Tuhan Yesus. Dengan demikian, Pontius Pilatus--wakil orang-orang bukan Yahudi--ikut memberi andil terhadap penyaliban Tuhan Yesus. Akan tetapi, penyaliban itu bukan kekalahan di pihak Kristus. Pada hari ketiga, Kristus bangkit dari kematian! Kebangkitan membuktikan bahwa kematian Kristus adalah kemenangan terhadap kuasa dosa dan kuasa maut. Kehidupan para murid Tuhan Yesus segera berubah sesudah Tuhan Yesus bangkit dari kematian, tetapi perubahan itu baru terlihat jelas pada hari Pentakosta. [GI Purnama]
Banyak orang--termasuk para murid--salah sangka terhadap Tuhan Yesus. Yudas Iskariot--demi mendapatkan tiga puluh uang perak--rela bersekongkol dengan imam-imam kepala dan menyusun strategi untuk menangkap Tuhan Yesus. Dia menemui Tuhan Yesus bersama dengan sepasukan prajurit dan penjaga-penjaga Bait Allah yang disuruh oleh imam-imam kepala dan orang-orang Farisi. Mereka datang lengkap dengan lentera, suluh, dan senjata (18:3). Mungkin mereka berpikir bahwa Tuhan Yesus akan melarikan diri sehingga mereka datang dengan pasukan bersenjata. Ternyata bahwa mereka kalah wibawa. Saat Tuhan Yesus berkata dengan terus terang--bahwa Dialah Yesus Kristus--kepada mereka yang hendak menangkap Dia, mereka mundur dan jatuh ke tanah (18:6). Bila kemudian mereka bisa menangkap dan membelenggu Dia, hal itu semata-mata bisa terjadi karena Yesus Kristus menyerahkan diri-Nya untuk ditangkap, bukan karena keberhasilan strategi Yudas dan para imam kepala. Simon Petrus, yang bersikap sok pahlawan dan hendak membela Gurunya, justru mendapat teguran dari Sang Guru. Yesus Kristus tidak perlu dibela! (18:10-11)
Perlu kita sadari bahwa Allah tidak memerlukan bantuan kita! Petrus keliru saat dia menyangka bahwa Yesus Kristus perlu dibela! Saat ini, banyak orang Kristen masih salah sangka terhadap Allah. Bila kita memberi persembahan untuk gereja atau kita giat melayani dalam gereja, jangan pernah berpikir bahwa Allah memerlukan uang kita atau memerlukan bantuan tenaga dan pikiran kita. Tidak! Allah tidak memerlukan sesuatu pun dari luar diri-Nya. Saat kita memberi persembahan atau kita terlibat dalam pelayanan, kita harus sadar bahwa kita tidak memberikan jasa kepada Tuhan dan Tuhan tidak berhutang kepada kita. Tuhan juga tidak wajib membalas dengan memberi berkat sebagai imbalan atas jasa yang telah kita berikan. Sebaliknya, wajar bila kita memberi karena semua yang kita miliki merupakan pemberian Tuhan (lihat perkataan Raja Daud dalam 1 Tawarikh 29:14 saat beliau memberi persembahan dalam jumlah yang sangat besar). Wajar bila kita melayani karena Tuhan Yesus telah lebih dulu melayani kita. Bagaimana sikap Anda saat Anda memberi persembahan atau saat Anda melayani? Apakah Anda memberi persembahan dan melayani dengan rendah hati sebagai wujud pengabdian dan sebagai ungkapan rasa terima kasih atas anugerah Allah yang telah Anda terima? [GI Purnama]