Pernahkah Anda bertanya, "Mengapa Allah memakai banyak nabi untuk menyampaikan pesan yang sama kepada rakyat Israel dan Yehuda?" Beberapa nabi dipanggil Allah untuk menyampaikan pesan yang sama kepada pendengar yang sama pada zaman yang berdekatan. Misalnya, Nabi Mikha, Nabi Yesaya, dan Nabi Hosea dipanggil untuk menyampaikan pesan Allah kepada rakyat Israel dan Yehuda pada zaman yang sama, yaitu sekitar 722 BC, saat Kerajaan Israel Utara dihancurkan oleh Asyur, "Sebab itu Aku akan membuat Samaria menjadi timbunan puing di padang, menjadi tempat penanaman pohon anggur. Aku akan menggulingkan batu-batunya ke dalam lembah dan akan menyingkapkan dasar-dasarnya." (Mikha 1:6). Bila Nabi Yesaya dekat dengan raja-raja, Nabi Mikha berasal dari "luar" pusat pemerintahan Israel dan Yehuda, yaitu dari Moresyet, sebuah daerah pertanian, sekitar 25 mil di sebelah barat daya Yerusalem. Latar belakang sebagai rakyat kecil membuat Mikha sangat memperhatikan keadaan orang buangan di zaman itu: mereka yang pincang, terpencar, dan celaka (4:6). Mikha juga menyampaikan nubuat kepada para pemimpin yang berkuasa di Samaria dan Yerusalem, yang menindas orang-orang lemah (pasal 3).
Pesan Nabi Mikha memiliki kesamaan dengan pesan Nabi Yesaya maupun Nabi Hosea. Allah memanggil para nabi--termasuk yang tidak menulis kitab--untuk mengingatkan orang Israel dan Yehuda akan dosa-dosa mereka, dan akan perjanjian Allah dengan mereka. Upaya menyampaikan pesan melalui para nabi menunjukkan bahwa Allah mengasihi Israel dan Yehuda. Ia mengharapkan umat pilihan-Nya berbalik dari dosa dan kembali kepada-Nya dengan tulus. Ia memberikan anugerah demi anugerah kepada umat-Nya melalui pesan para nabi. Ia memberi kesempatan untuk bertobat. Namun, pesan Allah melalui para nabi tidak digubris oleh rakyat Israel dan Yehuda yang sangat terikat--dan dikuasai--oleh dosa. Namun, Allah tidak menyerah. Ia menyediakan jalan keselamatan melalui kehadiran Anak-Nya di dunia ini. Anak Tunggal yang Allah serahkan untuk menebus dosa tidak dapat dikalahkan oleh manusia. Nabi Mikha menubuatkan bahwa Mesias yang akan memerintah Israel akan dilahirkan di Betlehem (5:1). Yesus--sebagai Mesias yang dijanjikan Allah--menggenapi nubuat ini. Syukur kepada Allah yang kasih-Nya tidak ada taranya. Melalui setiap pesan yang kita dengar, di sana terselip kasih Allah bagi kita. Ia memanggil kita untuk hidup dekat dan bersekutu dengan Dia. [GI Wirawaty Yaputri]
Bagaimanakah sikap atau pandangan Anda terhadap dosa? Apa yang Anda rasakan saat Anda melihat orang lain melakukan dosa? Bagaimana perasaan Anda saat Anda berbuat dosa? Nabi Mikha meratapi dosa-dosa yang dilakukan oleh umat Israel dan Yehuda (1:8). Setiap orang yang saleh dan takut TUHAN tidak akan tahan untuk tidak peduli saat melihat dosa. Ia akan mengalami dukacita yang mendalam saat melihat dosa orang lain, apa lagi saat melihat dosa diri sendiri. Nabi Mikha berdukacita karena dosa umat Israel dan Yehuda sudah menjadi luka yang tidak dapat sembuh (1:9). Mengapa dosa mereka dikatakan seperti luka yang tidak dapat sembuh? Karena mereka tidak mau bertobat dan kembali kepada Allah. Dosa tidak dapat disembuhkan kecuali bila seseorang bertobat dan kembali kepada Kristus untuk mendapatkan pengampunan dan penyucian. Dalam Lukas 18:27, Tuhan Yesus berkata: "Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah." Hanya bila kita percaya kepada Yesus Kristus dengan segenap hati, barulah kita bisa mengalami penebusan atas dosa-dosa kita. Dosa sebesar apa pun dapat dibersihkan oleh Tuhan Yesus (bandingkan dengan Yesaya 1:18). Yang menjadi pertanyaan, apakah Anda merasa berdukacita saat melihat adanya dosa di dalam hati Anda?
Umat Israel dan Yehuda tidak berdukacita atas dosa-doa mereka. Mereka hidup dalam kejahatan. Mereka menyembah patung berhala (Mikha 1:7). Mereka merancang kejahatan dan berbuat jahat kepada orang lain dengan tidak takut-takut. Mereka menindas orang yang lemah karena mereka memiliki kekuasaan (2:1). Mereka merampas ladang dan rumah orang lain (2:2). Perbuatan jahat yang terus berulang menunjukkan bahwa hati mereka tidak berdukacita atas dosa yang mereka perbuat, dan mereka tidak mau bertobat. Hidup terlalu lama di dalam dosa akan membuat hati menjadi tidak peka. Sekalipun berbuat sangat jahat kepada orang lain, hati mereka tidak merasa gelisah dan mereka tidak menyesal. Kondisi yang sangat mengerikan ini terjadi saat seseorang sudah merasa kebal terhadap dosa. Dosa itu menjadi luka yang tidak sembuh-sembuh dan makin lama makin parah. Bagaimana Anda bisa menjaga kepekaan hati agar selalu berduka bila jatuh dalam dosa? Koreksilah diri Anda setiap hari! Segeralah bertobat dan mintalah pertolongan serta pimpinan Roh Kudus! [GI Wirawaty Yaputri]