Kidung Agung adalah salah satu kitab yang unik dalam kitab suci orang Kristen. Keunikan kitab ini adalah karena kitab ini memuat kalimat-kalimat puitis yang mengungkapkan secara terbuka hal-hal yang dinilai kurang pantas oleh kalangan tertentu. Misalnya, kitab ini menyebut bagian tubuh wanita secara terus terang (4:5) serta menyebut hubungan fisik yang intim antara pria dan wanita dalam pernikahan dengan gaya bahasa yang tidak langsung (5:2). Puisi yang mengungkapkan tentang cinta tersebar dari pasal pertama sampai pasal terakhir, tetapi nama TUHAN hanya tertulis satu kali, yakni di 8:6. Berbeda dengan kitab-kitab lain yang banyak mencantumkan kata Allah atau Tuhan di dalamnya.
Keunikan kitab Kidung Agung menyebabkan ada beberapa pendekatan untuk menafsirkannya. Sebagian orang memandang Kidung Agung sebagai percakapan yang menyatakan cinta di antara dua tokoh. Sebagian yang lain menilainya sebagai percakapan di antara tiga tokoh. Renungan ini ditulis dengan sudut pandang bahwa Kidung Agung adalah puisi dengan dua tokoh, yaitu mempelai pria dan mempelai wanita. Pendekatan yang lebih lazim digunakan adalah menafsirkan Kidung Agung dengan metode alegoris, yaitu menafsir dengan dugaan bahwa ada makna-makna sekunder dalam kata-kata yang digunakan penulis. Melalui pendekatan alegoris, penafsir akan berusaha menemukan makna rohani dari kata-kata yang digunakan dalam kitab Kidung Agung. Contohnya, dalam pendekatan alegoris, mempelai pria dalam Kitab Kidung Agung diyakini sebagai Kristus sedangkan mempelai wanita adalah gereja-Nya.
Penafsir yang menilai Kidung Agung sebagai puisi cinta di antara dua tokoh--seperti digunakan dalam renungan ini--memahami kata-kata yang digunakan secara harfiah sebagaimana yang tertulis. Dengan demikian, kedua tokoh--mempelai pria dan wanita--saling memuji serta menyatakan cinta. Meskipun demikian, ungkapan-ungkapan di antara mereka menyiratkan makna yang berkaitan dengan Kristus. Jadi, kita dapat menemukan makna yang menunjuk kepada Kristus atau yang menyatakan tentang Kristus secara tidak langsung dengan cara membandingkan makna yang diperoleh dari puisi cinta tersebut dengan makna-makna seputar salib Kristus dalam Perjanjian Baru. Langkah ini memastikan bahwa penafsiran terhadap kitab Kidung Agung tetap berpusatkan kepada Kristus. [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]
Sang mempelai wanita menyatakan cintanya yang besar kepada sang mempelai pria melalui pujian dalam bahasa simbolis, yaitu bahwa nama sang mempelai pria itu "bagaikan minyak yang tercurah" (1:3). Mempelai wanita mengungkapkan bahwa ia banyak terpapar oleh panas matahari (1:5-6). Ia diperlakukan secara tidak adil oleh saudara-saudara kandungnya, sehingga ia kurang merawat dirinya sendiri (1:6). Dengan adanya upaya dari sang mempelai wanita untuk menyatakan bahwa dirinya cantik (1:5), tersirat upaya untuk melindungi diri sendiri dari cemoohan dengan meminta agar para wanita Yerusalem tidak menghina dirinya (1:6). Tampak bahwa sang mempelai wanita cenderung menilai dirinya rendah. Dalam kondisi demikian, sang mempelai pria berkata bahwa sang mempelai wanita adalah pribadi yang sangat berharga (1:9). Sang mempelai pria memuji kemolekan fisik sang mempelai wanita (1:10). Pujian ini kontras dengan sikap sang mempelai wanita yang cenderung minder dengan keadaan fisiknya. Sang mempelai pria juga memberikan benda-benda yang berharga kepada sang mempelai wanita (1:11). Pemberian ini memperjelas tingginya martabat sang wanita. Melalui kata-kata pujian yang ia sampaikan, sang mempelai pria bermaksud membuat sang mempelai wanita menilai dirinya secara lebih positif. Dengan kata lain, sang mempelai pria berusaha untuk memulihkan harga diri sang mempelai wanita.
Sikap sang mempelai pria di atas sejalan dengan nasihat Rasul Paulus agar suami mengasihi istri sama seperti Kristus mengasihi jemaat (Efesus 5:25-26). Kasih Kristus membuat Ia memulihkan kondisi umat-Nya melalui karya penebusan, sehingga manusia berdosa tidak dihukum oleh Allah, tetapi memperoleh keselamatan yang kekal. Hendaknya suami berusaha memulihkan harga diri istrinya dengan berdasarkan kasih, sama seperti Kristus telah memulihkan harga diri umat-Nya.
Kasih dan sikap Kristus tidak hanya harus diteladani oleh suami dalam relasi dengan istrinya. Seluruh murid Kristus wajib hidup berdasarkan dan dengan digerakkan oleh kasih Kristus (Matius 22:37-40). Apakah Anda telah memiliki kasih yang membuat Anda tergerak untuk memulihkan orang-orang di sekitar Anda? Mulailah dengan menjangkau orang-orang di sekitar Anda seperti keluarga dan teman. Langkah nyata apa yang hendak Anda ambil untuk menyatakan kasih dan memulihkan kondisi orang yang hendak Anda jangkau? [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]