Nabi Maleakhi diutus Allah melayani bangsa Israel setelah mereka selesai membangun kembali Bait Suci di Yerusalem. Berbeda dari yang diharapkan, pembangunan kembali Bait Suci ternyata tidak membawa dampak terhadap kehidupan rohani bangsa Israel. Mereka tetap hidup dalam kedagingan dan menunjukkan pola hidup sebagai orang fasik. Melalui sebuah metode dialektika, nabi Maleakhi mengungkapkan enam perilaku kefasikan di antara bangsa Israel, yaitu meragukan kasih Allah (1:2-5), menghina mezbah Allah dengan korban yang cemar dan binatang yang cacat dan sakit (1:6-14), menyembah berhala akibat kawin campur dengan bangsa kafir (2:10-12), mempraktikkan perceraian (2:13-15), mencoba menipu Allah dalam hal persembahan persepuluhan dan persembahan khusus (3:8-9), serta menolak beribadah kepada Allah karena menganggap Allah tidak berkuasa menghukum dan memberkati manusia (3:13-15).
Untuk melengkapi daftar kefasikan di atas, nabi Maleakhi mengungkapkan bahwa penyebab kefasikan itu adalah karena para imam bukan hanya tidak mengajarkan kebenaran, tetapi mereka memberi contoh kehidupan yang fasik (2:1-9). Oleh karena itu, Allah menunjukkan murka-Nya dan mengancam akan memberi hukuman berat kepada para imam dan bangsa Israel atas kefasikan mereka.
Selain kecaman dan ancaman hukuman atas kefasikan bangsa Israel, nabi Maleakhi juga menyampaikan kabar baik bagi mereka. Meskipun mereka telah jatuh ke dalam dosa yang berat, Allah tetap mengasihi mereka. Allah bahkan akan mengutus Malaikat Perjanjian untuk membimbing mereka meninggalkan kefasikan dan kembali kepada jalan yang benar (3:1-5; 4:1-3). Kitab ini ditutup dengan gambaran sekelompok umat Allah yang kehidupannya sudah dipulihkan oleh kebenaran Allah (4:4-6).
Kita mendapat dua pelajaran dari kitab ini. Pertama, peringatan untuk meninggalkan kefasikan juga berlaku atas kita. Meskipun kita diselamatkan oleh anugerah, kita tidak boleh menyia-nyiakan anugerah itu. Tuhan akan menuntut tanggung jawab atas setiap perilaku dan sikap hidup kita. Kedua, konfirmasi kasih Allah yang tidak berubah kepada umat-Nya. Allah mengutus Malaikat Perjanjian untuk membimbing umat Israel kembali ke jalan yang benar. Bagi kita, Sang Malaikat Perjanjian adalah simbol Mesias yang datang sebagai Juruselamat dunia. Melalui karya keselamatan Sang Mesias, Allah menebus umat pilihan dan menuntun mereka agar memiliki kehidupan benar yang memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi sesama. [Pdt. Timotius Fu]
Bayangkan jika ada guru yang seharusnya mengajarkan kebaikan dan kebenaran, tetapi justru mengajarkan kejahatan. Sang guru mengajar murid-murid berbohong dan mencuri. Kepala sekolah yang mengetahui hal ini pasti segera memecat guru itu. Hal itulah yang terjadi dalam teks kita hari ini. Allah sedang murka kepada para imam Israel. Mereka yang seharusnya mengajarkan kebenaran justru menyesatkan bangsa Israel dengan pengajaran dan kelakuan yang tidak benar (2:6,8). Akibatnya, bangsa Israel melakukan banyak penyimpangan di dalam kehidupan dan ibadah. Mereka berani berbantah dengan Allah (1:2), memberi persembahan yang mencemarkan mezbah Allah, termasuk binatang yang cacat dan sakit (1:7-8, 12-13), dan mencoba menipu Allah (1:14). Semua penyimpangan umat Israel disebabkan oleh kejahatan para imam yang tidak mengajarkan kebenaran dan tidak menghormati Allah.
Menghadapi kondisi itu, Allah menunjukkan murka-Nya kepada para imam dan bangsa Israel. Allah mengecam para imam dengan ancaman berbagai hukuman, mulai dari mengubah berkat menjadi kutuk, membuang dan tidak memakai mereka, hingga mempermalukan mereka sehingga menjadi kehinaan di depan umum (2:2-4, 9). Dalam kecaman kepada bangsa Israel, Allah menunjukkan bahwa diri-Nya adalah Raja semesta alam yang layak dihormati oleh segala bangsa (1:5, 8, 11, 14). Oleh karena itu, sikap umat Israel yang tidak menghormati Allah adalah hal yang tidak dapat diterima. Kesalahan Israel menjadi semakin berat mengingat mereka dipilih Allah bukan karena kebaikan mereka, melainkan karena kasih karunia Allah.
Kesalahan para imam adalah pelajaran penting bagi kita. Meskipun panggilan pelayanan kita berbeda dengan para imam, Allah tetap menuntut kesetiaan kita terhadap panggilan pelayanan. Oleh karena itu, kita harus memahami panggilan pelayanan kita dan setia menjalankannya. Apakah Anda memahami panggilan pelayanan dari Allah? Sudahkah Anda setia menjalankannya? Selain itu, dari bangsa Israel kita belajar pentingnya memahami kebenaran dan hidup di dalamnya. Kesalahan bangsa Israel adalah mereka tidak secara kritis menilai pengajaran para imam, sehingga mereka dijerumuskan dalam kehidupan yang tidak benar. Apakah Anda secara kritis menyikapi berbagai pengajaran yang ada di sekitar Anda? Usaha apa yang Anda lakukan untuk meningkatkan pemahaman akan kebenaran Allah? [Pdt. Timotius Fu]