Bildad--yang mendengar Ayub membela diri dan merasa tidak bersalah (7:20)--bersikap sama seperti Elifas, yaitu mendakwa bahwa Ayub telah menuduh Allah membengkokkan keadilan dan kebenaran (8:3), padahal Ayub hanya berkeluh kesah karena penderitaan yang dia alami dan karena ketidaktahuan terhadap penyebab penderitaan yang membuat putus asa itu. Perlu disadari bahwa Ayub tidak pernah secara tegas menuduh bahwa Allah itu tidak adil dan tidak benar.
Selain mendakwa Ayub dalam hal sikap terhadap Allah, Bildad juga beranggapan bahwa kematian anak-anak Ayub adalah akibat dosa mereka (8:4). Walaupun benar bahwa dosa bisa mengakibatkan terjadinya malapetaka, tetapi tidak berarti bahwa semua malapetaka diakibatkan oleh dosa orang itu. Hal semacam ini pernah dijelaskan oleh Tuhan Yesus saat menyembuhkan seorang buta (lihat Yohanes 9:1-41) Bildad berpendapat bahwa Ayub seharusnya memakai kesempatan yang ada untuk bertobat, tidak melupakan Allah, dan bahkan mencari Allah (Ayub 8:13,5). Secara tidak langsung, Bildad menganggap Ayub telah melupakan Allah dan tidak mencari Allah, padahal tindakan Ayub mengungkapkan perasaan kepada Allah menunjukkan bahwa Ayub sedang mencari Allah dan tidak melupakannya.
Elifas mempertanyakan kesalehan Ayub, sedangkan Bildad mempertanyakan integritas Ayub (hidup bersih dan jujur, 8:6), padahal keberanian Ayub mengemukakan kegelisahannya (7:20-21) merupakan wujud kejujuran Ayub di hadapan Allah, dan menanyakan kesalahannya kepada Allah merupakan usaha untuk hidup bersih (bagaimana seseorang bisa memperbaiki kesalahan bila ia tidak mengetahui kesalahan itu). Ayub bersedia dikoreksi oleh Allah dan Allah sendiri yang memuji Ayub sebagai orang yang saleh dan jujur.
Orang yang berintegritas--yaitu hidup bersih dan jujur--tidak bebas dari penderitaan. Penderitaan itu menguji integritas serta merangsang keberanian untuk menghadap hadirat Allah. Di dunia yang bobrok ini, hidup bersih dan jujur menjadi langka, sehingga dibutuhkan orang yang berintegritas, yaitu orang yang berani hidup bersih dan jujur, mulai dari hidup yang bersih dan jujur di hadapan Allah. Bila dengan Allah yang Maha Tahu saja kita tidak jujur, apalagi dengan orang lain. Apakah Anda telah hidup jujur di hadapan Allah? Apakah Anda berani mengungkapkan perasaan secara terbuka kepada Allah? Apakah Anda bersedia dikoreksi oleh Allah? Apakah Anda telah terbiasa memohon agar Allah mengungkapkan segala kesalahan Anda? Apakah Anda telah terbiasa memohon pertolongan Allah saat Anda hendak memperbaiki kesalahan Anda?