Dalam bacaan Alkitab hari ini, Elihu membicarakan tentang Allah, orang fasik, dan penderitaan, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda dengan para sahabatnya. Elihu menyatakan bahwa Allah itu mulia, Allah itu besar (36:22,26), Allah itu perkasa, namun tidak memandang hina apa pun. Ia memperhatikan kehidupan orang benar. Ia menjadikan hukuman sebagai peringatan kepada pelaku kesalahan dengan tujuan agar mereka berbalik dari kejahatannya. Ia juga memakai kesengsaraan dan penindasan untuk membebaskan dan membuka telinga mereka (36:5-15).
Elihu mengemukakan bahwa baik orang fasik maupun orang benar bisa mengalami penderitaan. Allah memakai penderitaan untuk membuat manusia bertobat. Orang benar dan orang fasik merespons penderitaan secara berbeda. Orang fasik tidak meminta pertolongan Allah, bahkan menyimpan kemarahan, dan akhirnya mereka binasa, sedangkan orang benar akan mendengar dan takluk kepada Allah dan akhirnya mereka hidup mujur (36:8-14).
Elihu mengemukakan bahwa Ayub menerima hukuman bagi orang fasik. Dia menghimbau Ayub agar jangan panas hati dan tersesat karena teriakan dan kekuatan jerih payah tidak bisa meluputkannya dari kesesakan. Elihu menasihati Ayub agar jangan berpaling kepada kejahatan, bahkan Elihu mengajak Ayub untuk menjunjung tinggi perbuatan Allah (36:17-24). Elihu juga mengajak Ayub untuk memperhatikan keajaiban-keajaiban Allah atas alam ciptaan-Nya karena sesungguhnya Yang Maha Kuasa itu tidak dapat dipahami, besar kekuasaan dan keadilan-Nya; kaya akan kebenaran, dan Ia tidak akan menindas (37:14-24).
Elihu tidak menuduh Ayub sebagai orang fasik sebagaimana sahabat-sahabatnya. Namun, ia mengajak sahabat-sahabatnya untuk membandingkan respons orang benar dan orang fasik terhadap penderitaan, serta mendorong Ayub agar jangan bertindak seperti orang fasik. Elihu juga mengajak Ayub untuk tidak sekedar berfokus kepada penderitaan dirinya, tetapi kepada karya Allah di dunia ini.
Bagaimana respons Anda terhadap kesulitan dan penderitaan? Apakah Anda akan bereaksi seperti orang fasik yang marah dan tidak meminta pertolongan Allah? Apakah Anda memusatkan perhatian kepada kesulitan Anda sehingga lebih condong mengasihani diri sendiri dibandingkan memperhatikan karya Allah? Bagaimana kita akan bersikap ketika kita diperhadapkan pada situasi yang membuat kita merasa kesulitan dan menderita?