Perpecahan dalam gereja adalah kenyataan yang menyedihkan. Perpecahan itu sudah terjadi sejak zaman gereja mula-mula dan makin meningkat sejak masa reformasi di abad ke-16. Mengapa perpecahan bisa terjadi? Pada umumnya, perpecahan terjadi karena adanya pihak yang meyakini bahwa diri mereka benar dan pihak yang berbeda dengan mereka pasti salah. Penyebab lain adalah karena adanya pihak yang haus kekuasaan. Mereka ingin merebut kekuasaan dengan cara menyingkirkan pihak lain yang dianggap sebagai penghalang. Perpecahan semacam itu menunjukkan bahwa sering kali, yang benar-benar menjadi Pemimpin Tertinggi dalam gereja bukanlah Kristus. Bila semua pemimpin dalam gereja tunduk kepada Kristus dan melaksanakan kehendak Kristus menjadi ambisi setiap pemimpin gereja, perpecahan gereja tidak akan terjadi!
Siapakah Kristus bagi diri Anda dan bagi para pemimpin gereja Anda? Apakah Kristus menjadi pusat kepercayaan Anda dan kehendak-Nya mewarnai seluruh keputusan dan seluruh aktivitas dalam gereja Anda? Saat terjadi perbedaan pendapat, apakah kehendak Kristus menjadi pemersatu dalam mencari titik temu? Pada abad pertama, terjadi perpecahan dalam gereja di Korintus: Ada golongan Paulus, ada golongan Apolos, ada golongan Kefas atau Petrus, dan ada golongan Kristus (1: 12). Bagi Rasul Paulus, adanya keempat golongan yang saling bersaing itu memalukan karena seharusnya setiap pengikut Kristus mengutamakan Kristus dan menjalankan kehendak-Nya. Kesadaran akan keterbatasan diri dan kesediaan untuk menerima perbedaan merupakan kunci untuk mempertahankan kesatuan kristiani.
Keterbatasan pemahaman kita membuat perbedaan pendapat tidak bisa dihindarkan. Dalam sejarah gereja abad pertama, kita bisa menemukan adanya konflik yang tajam antara Rasul Paulus dan Barnabas dalam soal sikap terhadap Yohanes Markus yang pernah meninggalkan pelayanan tim (Kisah Para Rasul 13:13; 15:35-41). Perbedaan pendapat itu membuat mereka tidak terus berada dalam satu tim. Akan tetapi, sekalipun mereka tidak terus bersama-sama, mereka tidak saling bermusuhan dan tetap bisa saling menghargai. Pada masa tuanya, sikap Rasul Paulus terhadap Yohanes Markus berubah secara drastis (2 Timotius 4:11).
Apakah Anda mengutamakan Kristus dan kehendak-Nya lebih daripada keinginan Anda untuk membangun kekuasaan dan mendapat penghormatan dari orang lain? Apakah Anda bisa menghargai sesama pengikut Kristus yang berbeda pendapat dengan Anda dan menjadi anggota gereja lain?