Salah satu cara unik dalam pelatihan murid-murid Tuhan Yesus adalah belajar melalui pengalaman. Tuhan Yesus menginginkan agar para murid-Nya mengamati apa yang Dia lakukan dan belajar dari apa yang mereka amati. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Tuhan Yesus memberi makan sekitar empat ribu orang hanya dengan tujuh roti dan beberapa ikan. Yang menarik, ternyata bahwa bahan makanan yang sangat sedikit itu bisa mengenyangkan empat ribu orang, bahkan masih tersisa tujuh bakul roti. Peristiwa ini seharusnya menyadarkan para murid bahwa mereka tidak perlu kuatir terhadap masalah kekurangan makanan. Sayangnya, menumbuhkan iman itu tidak gampang. Saat Tuhan Yesus berbicara tentang perlunya bersikap hati-hati terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes, mereka tidak langsung memahami bahwa yang Tuhan Yesus maksudkan bukan masalah makanan, tetapi masalah kemunafikan (lihat Lukas 12:1). Orang Farisi yang sering memata-matai Tuhan Yesus itu pasti telah sering melihat mukjizat, tetapi mereka tidak percaya. Herodes ingin melihat sendiri Tuhan Yesus membuat mukjizat, tetapi motifnya bukan supaya ia bisa menjadi percaya, tetapi ia ingin melihat mukjizat sebagai tontonan (bandingkan dengan Lukas 23:8). Jadi, Tuhan Yesus mengingatkan murid-murid-Nya untuk berhati-hati terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes dalam arti bahwa Dia berharap agar mukjizat yang dilakukan Tuhan Yesus di depan para murid-Nya itu menumbuhkan iman dan membuat para murid memercayai Dia.
Walaupun orang beriman pada masa kini tidak lagi hidup bersama-sama dengan Tuhan Yesus secara fisik, Tuhan Yesus tetap menyertai kita melalui Roh Kudus yang tinggal dalam kehidupan setiap orang percaya. Orang yang beriman kepada Kristus perlu mengingat pertolongan Tuhan yang pernah ia alami, dan pengalaman itu seharusnya menumbuhkan keyakinan bahwa Tuhan selalu siap menolong umat-Nya. Sadarilah bahwa sejarah Israel yang dituliskan dalam Alkitab dimaksudkan agar kita belajar dari para pendahulu kita, sehingga kita tidak meniru kesalahan mereka, melainkan kita memahami dan memercayai Allah yang telah bertindak dalam sejarah. Pada masa kini, gereja perlu untuk selalu mengingat sejarah penyertaan Tuhan, sehingga gereja tidak bersandar pada kemampuan diri sendiri, tetapi bersandar pada kuasa Tuhan. Sungguh patut disayangkan bila sejarah gereja di banyak gereja tidak membawa dampak, melainkan hanya sekadar menjadi catatan yang (mungkin) membanggakan, tetapi kemudian dilupakan. Apakah Anda telah membiasakan diri untuk selalu mengingat penyertaan Tuhan yang pernah Anda alami? Apakah program-program di gereja Anda didasarkan pada keyakinan akan penyertaan Tuhan?