Seorang ibu meletakkan sebatang coklat yang sangat disukai oleh anaknya, lalu berpesan agar coklat itu jangan dimakan. Kemudian, sang ibu meninggalkan anaknya. Anak itu melirik coklat itu sambil berkata kepada dirinya sendiri, "Jangan ambil coklat itu. Bila diambil, nanti mama marah." Sesudah 20 menit berlalu, anak kecil itu mulai memegang coklat itu, dan lambat laun membayangkan betapa enaknya coklat itu bila dia memakannya. Dia berpikir bahwa memakan satu potong kecil coklat saja sepertinya tidak akan membuat mama marah. Akhirnya, dia tidak bisa menahan dirinya dan memakan coklat itu sampai habis. Cerita ini mirip dengan bacaan Alkitab hari ini.
TUHAN membiarkan bangsa-bangsa asing tinggal di antara umat Israel untuk mencobai mereka (3:1). Bila kita hanya membaca ayat 1 saja, seakan-akan bangsa Israel tidak berdaya untuk menolak keberadaan bangsa lain di tengah mereka. Padahal, bila kita melihat kisah sebelumnya, jelas bahwa bangsa-bangsa lain itu ada di tengah mereka karena mereka tidak menaati perintah Tuhan untuk membinasakan bangsa-bangsa lain dari tengah mereka, sehingga ketidaktaatan mereka membuat TUHAN membiarkan bangsa-bangsa asing berdiam di tengah umat-Nya. Bangsa Israel yang dikisahkan dalam bacaan hari ini adalah generasi yang tidak pernah mengalami peperangan, sehingga TUHAN melatih mereka berperang melalui keberadaan bangsa-bangsa lain. Peperangan ini bukan semata-mata peperangan fisik yang menghasilkan menang atau kalah, tetapi peperangan rohani yang berkaitan dengan ketaatan atau ketidaktaatan. Apakah mereka mendengarkan perintah TUHAN melalui Musa? Sayang, mereka melanggar perintah TUHAN dengan mengambil anak-anak perempuan bangsa asing sebagai istri mereka dan memberikan anak-anak perempuan mereka menjadi istri bangsa asing serta beribadah kepada ilah-ilah yang disembah oleh bangsa lain (3:4-6). Jelas bahwa bangsa Israel sudah kalah dalam peperangan rohani ini. Padahal, mereka sudah diberi, diajar, dan diingatkan oleh firman TUHAN. Sayangnya, mereka tidak menaati firman TUHAN, tetapi hidup sesuai dengan kemauan mereka sendiri.
Kita pun mengalami peperangan rohani dalam hidup kita mengikut Tuhan. Peperangan rohani bisa terjadi dari luar diri kita tapi tidak jarang juga perang rohani muncul dari keinginan kedagingan yang masih suka timbul dalam diri kita. Saat keinginan kedagingan itu muncul maka bagaimana kita meresponinya? Apakah kita melawan, berkompromi atau kalah? Di sinilah kita diperhadapkan pada kesadaran tentang status yang Tuhan berikan--anak Tuhan. Status ini membuat kita dalam pertolongan Allah Roh Kudus mampu berperang melawan dan menang.