Adanya tantangan terhadap pemberitaan Injil—bahkan adanya penganiayaan—tidak berarti bahwa pemberitaan Injil tidak sesuai dengan kehendak Allah! Orang Yahudi di kota Antiokhia di Pisidia—bedakan dengan Antiokhia di Siria yang menjadi titik awal perjalanan misi Rasul Paulus dan Rasul Barnabas—menghasut para perempuan terkemuka yang takut akan Allah dan para pejabat di kota itu, sehingga kedua rasul itu dianiaya dan diusir dari kota tersebut. Sekalipun situasi buruk, para petobat baru di kota Antiokhia di Pisidia tidak kehilangan sukacita. Sebaliknya, mereka penuh dengan Roh Kudus. Hal ini mempertegas fakta bahwa penganiayaan tidak bisa meruntuhkan kekristenan.
Walaupun ditolak dan dianiaya, Rasul Paulus dan Rasul Barnabas tidak putus asa atau mundur, melainkan tetap melanjutkan perjalanan misi ke kota Ikonium. Pelayanan mereka dalam sinagoge di Ikonium sukses, tetapi sebagian orang Yahudi menolak dan menghasut orang-orang non-Yahudi, sehingga mereka marah terhadap orang-orang Kristen. Sekalipun demikian, kedua rasul itu bertahan untuk tetap tinggal di kota itu dan mengajar dengan berani, bahkan Tuhan menguatkan berita yang mereka sampaikan dengan mengaruniakan kuasa untuk mengadakan tanda dan mukjizat. Pertentangan antara Rasul Paulus dan Rasul Barnabas dengan orang-orang Yahudi yang menentang pemberitaan Injil membuat penduduk kota Ikonium terbelah menjadi dua pihak, yaitu pihak pendukung kedua rasul itu dan pihak pendukung orang-orang Yahudi yang menjadi oposisi. Situasi makin memanas, sehingga muncul gerakan untuk menyiksa dan melempari kedua rasul itu dengan batu. Untuk meredam situasi, kedua rasul itu meninggalkan kota Ikonium dan melanjutkan perjalanan pemberitaan Injil ke kota Listra dan Derbe dan sekitarnya.
Di kota Listra, muncul tantangan berbentuk lain. Penyembuhan terhadap seorang lumpuh di kota Listra membuat Rasul Barnabas dianggap sebagai penjelmaan Dea Zeus dan Rasul Paulus dianggap sebagai penjelmaan Dewa Hermes, bahkan imam Dewa Zeus datang untuk mempersembahkan kurban kepada mereka dengan membawa lembu-lembu jantan dan karangan-karangan bunga. Respons semacam itu membuat kedua rasul itu mengoyakkan pakaian mereka sebagai tanda kesedihan dan frustrasi. Mereka sadar bahwa pelayanan di kota Listra ini telah gagal karena respons orang banyak adalah memuliakan para rasul, bukan memuliakan Allah. Pemujaan terhadap diri mereka berarti bahwa mereka telah gagal membuat Allah dimuliakan. Marilah kita memeriksa diri kita: Apakah pelayanan yang Anda lakukan telah membuat Allah dimuliakan? Apakah Anda bersikap ulet saat menghadapi tantangan?