Berbagai macam budaya memiliki cara yang berbeda dalam menanggapi kematian. Ada yang memakai baju putih saat berkabung, tapi ada budaya yang menggunakan baju hitam untuk kedukaan. Ada yang menangis dan berpuasa, ada yang diiringi dengan pesta. Namun, semua perbedaan itu menunjukkan bahwa mereka menghadapi misteri dan kuasa kematian. Kematian merupakan misteri besar. Kepercayaan tentang kematian dan apa yang terjadi setelah kematian memainkan peranan penting dalam ritual kedukaan/perkabungan.
Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk tidak berkabung dengan cara seperti bangsa asing yang tidak mengenal Tuhan. Bangsa Israel tidak boleh mengungkapkan rasa duka dengan menorah-noreh (menggores-gores) tubuh mereka. Kesedihan yang terlalu besar bisa menyebabkan orang melukai diri. Perasaan berduka yang terlalu besar tidak cocok dengan iman terhadap Allah yang telah menyelamatkan bangsa Israel. Hal ini ditegaskan dalam Perjanjian Baru, "Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia." (1 Tesalonika 4:13-14).
Kematian adalah perpisahan sementara. Orang Kristen tidak boleh larut dalam duka karena orang Kristen memiliki pengharapan bahwa suatu saat semua orang percaya akan berjumpa kembali dengan orang-orang yang dikasihinya dalam kerajaan Allah! [MB]
"Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu." Yohanes 14:1-2