Ada pepatah dalam bahasa Indonesia yang berbunyi, "Malu bertanya, sesat di jalan". Artinya, jika kita ingin mencapai sebuah tujuan, jangan ragu untuk bertanya. Sayangnya, pepatah itu dilanggar oleh Yosua dan orang Israel. Mereka tidak bertanya kepada Tuhan ketika orang-orang Gibeon menawarkan pembentukan ikatan perjanjian di antara mereka (9:14).
Kecerobohan mereka merupakan bumerang bagi diri mereka sendiri. Betapa tidak, beberapa hari setelah mengikat perjanjian dengan orang-orang Hewi (penduduk Gibeon), mereka baru menyadari bahwa orang-orang Hewi tersebut tinggal dekat dengan mereka, bahkan tinggal di tengah-tengah mereka (9:16). Padahal, Tuhan telah memerintahkan mereka agar tidak membuat perjanjian dengan bangsa-bangsa di tanah Kanaan dengan tujuan agar bangsa-bangsa itu tidak bisa membelokkan hati mereka dari Tuhan (Ulangan 7:1-2). Namun, nasi sudah menjadi bubur. Mereka sudah telanjur mengikat perjanjian dengan orang-orang Hewi. Oleh karena itu, akhirnya Yosua melepaskan mereka dan tidak menumpas mereka seperti yang diperintahkan Tuhan. Bangsa Israel menjadikan penduduk Gibeon sebagai tukang belah kayu dan tukang timba air untuk umat itu dan untuk mezbah Tuhan (Yosua 9:27).
Kegagalan Yosua dan orang Israel hanya satu, yaitu mereka "tidak bertanya kepada Tuhan", sehingga mereka "sesat di jalan." Dari kesalahan mereka, kita bisa belajar bahwa kita harus selalu meminta petunjuk Tuhan. Jangan mengandalkan pengalaman, kekuatan, dan hikmat sendiri dalam menjalani hidup, melainkan andalkanlah Tuhan, sehingga kita tidak tersesat di jalan. Ingat, "Tidak bertanya, sesat di jalan". [SL]
"Perlihatkanlah kepadaku, ya TUHAN, petunjuk ketetapanketetapan- Mu, aku hendak memegangnya sampai saat terakhir. Biarlah aku hidup menurut petunjuk perintah-perintah-Mu, sebab aku menyukainya." Mazmur 119:33, 35