Bagi bangsa Israel yang pernah hidup mengembara selama empat puluh tahun di padang gurun, tempat perhentian amat penting. Tanah Perjanjian (Kanaan) merupakan tempat perhentian bagi pengembaraan mereka. Akan tetapi, saat mereka tiba di Tanah Kanaan, Tabut Perjanjian atau Tabut Allah (yang merupakan lambang kehadiran Allah di tengah umat-Nya) masih ditempatkan di Kemah Suci yang letaknya dapat dipindahkan. Sebelum akhirnya ditempatkan di Yerusalem, Kemah Suci pernah ditempatkan di Silo dan di Gilgal. Setelah Bait Suci yang permanen dibangun, Tabut Allah ditempatkan di Bait Suci. Ditempatkannya Tabut Allah di Bait Allah di Yerusalem merupakan petunjuk bahwa bangsa Israel mulai tinggal menetap. Dengan demikian, tidak mengherankan bila dalam bacaan hari ini, Bait Allah disebut sebagai Tempat Perhentian (8:56).
Dalam Alkitab, istilah "Tempat Perhentian" ini bukan hanya menunjuk kepada tempat secara fisik, tetapi juga memiliki makna teologis, yaitu "kelegaan, kelepasan, dan kepuasan bagi jiwa". Karena ketidaktaatan bangsa Israel, maka kota Yerusalem dengan Bait Allah di dalamnya belumlah merupakan Tempat Perhentian yang ideal. Tempat perhentian kita yang sempurna masih menunggu penggenapannya di masa depan, yaitu di Surga (Sorga) atau di Yerusalem baru. Secara rohani, bisa dikatakan bahwa kita saat ini masih berada dalam perjalanan menuju Tempat perhentian yang sejati, yaitu Surga, tempat kita bersama-sama dengan Allah selama-lamanya. Di Tempat Perhentian yang sejati itu, jiwa kita benar-benar akan mengalami kelegaan, kelepasan, dan kepuasan. Apakah beban hidup Anda saat ini terasa berat? Ingatlah bahwa kita masih menantikan suatu Tempat Perhentian yang sejati! [P]
"Terpujilah TUHAN yang memberikan tempat per hentian kepada umat-Nya Israel tepat seperti yang difirmankan-Nya; dari segala yang baik, yang telah dijanjikan-Nya dengan perantaraan Musa, hamba-Nya, tidak ada satu pun yang tidak dipenuhi." 1 Raja-raja 8:56