Allah bukan hanya seperti tukang periuk yang membentuk ulang bejana yang rusak (pasal 18), tetapi Dia juga siap meremukkan bejana yang melambangkan bangsa Israel itu (pasal 19). Lagi-lagi, Yeremia diutus untuk mengkhotbahkan dan memperagakan pesan Allah. Ia membeli sebuah buli-buli, lalu mengajak beberapa pemimpin senior Yehuda ke Lembah Hinom, ke altar Tofet, tempat ritual kafir pengorbanan anak dilakukan. Di situ, Yeremia membanting buli-buli sampai hancur (19:1-2, 10-14). Seperti itulah yang akan dialami umat Yehuda karena telah meninggalkan Tuhan demi berhala serta membiarkan ketidakadilan merajalela (19:4-6). Ritual mempersembahkan anak sebagai korban bakaran merupakan kekejian luar biasa di mata Tuhan. "Waktunya akan datang" bagi bangsa Yehuda untuk mengalami kehancuran dan kematian yang mengerikan (19:7-9). Allah sendiri yang akan meremukkan bejana ini dengan mendatangkan malapetaka yang mengerikan (19:10-15). Teguran keras Allah di pasal ini seharusnya dipandang oleh umat Yehuda sebagai peringatan, bukan ancaman. Ancaman keluar dari hati yang membenci, mengharapkan hal buruk terjadi, tetapi peringatan muncul karena kasih, agar malapetaka terburuk akibat kebebalan dosa Yehuda tidak dialami. Sayangnya, umat Yehuda sejauh ini (dan di pasal-pasal selanjutnya) menunjukkan reaksi negatif.
Tiap kali membaca Alkitab atau mendengarkan kotbah yang menegur, kita bisa terharu atau justru tersinggung. Kita bisa rindu bertobat atau justru mengeraskan hati. Berdoalah agar Allah melembutkan hati kita agar bisa mensyukuri teguran firman sebagai peringatan yang penuh kasih, dan (terutama) hati kita mudah taat dan mau bertobat. [ICW]
"Berbahagialah orang yang senantiasa takut akan TUHAN, tetapi orang yang mengeraskan hatinya akan jatuh ke dalam malapetaka." Amsal 28:14