Mana yang lebih penting: pekerjaan atau pelayanan? Pertanyaan semacam itu menyesatkan! Pekerjaan dan pelayanan tidak perlu dipertentangkan karena keduanya diperintahkan oleh Allah. Saat Rasul Paulus melakukan perjalanan untuk memberitakan Injil, di sepanjang perjalanan, dia bekerja sebagai tukang kemah (18:3). Dia harus bekerja karena pada saat itu belum ada gereja yang secara keuangan cukup kuat untuk membiayai misi gereja. Bagi Rasul Paulus, melakukan pekerjaan kasar sebagai tukang kemah tidaklah dia pandang sebagai sesuatu yang merendahkan martabatnya. Di samping untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pekerjaan tersebut berguna untuk membina hubungan dengan orang lain. Tidak mengherankan bila Rasul Paulus bisa segera menjalin persahabatan dengan Akwila yang juga memiliki profesi sebagai tukang kemah. Pada masa kini, masih tetap ada banyak orang yang bekerja dan sekaligus melayani.
Dalam gereja yang cukup kuat secara keuangan, umumnya diharapkan bahwa seorang rohaniwan yang melayani secara penuh waktu tidak melakukan pekerjaan lain agar bisa berkonsentrasi untuk melayani tanpa perlu memikirkan kebutuhan hidupnya. Akan tetapi, perlu diingat bahwa melayani adalah kewajiban semua orang, termasuk kewajiban orang yang melakukan pekerjaan sekuler. Pekerjaan harus menjadi sarana untuk melayani, baik untuk membiayai pelayanan gereja (termasuk mendukung pelayanan rohaniwan yang melayani penuh waktu) maupun sebagai sarana pendekatan untuk membuka pintu bagi pekabaran Injil. Pelayanan apa yang selama ini Anda lakukan? Bagaimana Anda bisa memanfaatkan pekerjaan Anda untuk melayani orang lain? [P]
"Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan." Efesus 4:28