Di samping ketulusan dan keberanian, seorang pemberita Injil memerlukan hikmat. Adanya orang yang menolak pemberitaan Injil tidak perlu membuat kita menjadi kecewa atau kecil hati. Akan tetapi, kita harus menjaga agar penolakan tersebut bukan disebabkan oleh kesalahan atau kebodohan kita. Karena pemberitaan Injil, Rasul Paulus bukan hanya harus berhadapan dengan massa (21:39-22:22), tetapi juga harus berhadapan dengan mahkamah agama (22:30-23:10). Karena mahkamah agama itu terdiri dari golongan orang Farisi dan golongan orang Saduki, maka Rasul Paulus memulai penjelasannya di hadapan Mahkamah Agama dengan memperkenalkan diri sebagai (mantan) orang Farisi, bahkan juga sebagai keturunan orang Farisi (23:6), serta mengemukakan bahwa dia memegang pengharapan akan kebangkitan orang mati. Akibatnya, terjadilah perpecahan di antara orang Farisi (yang berbalik mendukung Rasul Paulus) dengan orang Saduki yang tetap memusuhi Rasul Paulus (23:7-9).
Cara Rasul Paulus menghadapi mahkamah agama itu mengingatkan kita akan perkataan Tuhan Yesus, "hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." (Matius 10:16). Asal kita tetap menjaga ketulusan hati, boleh saja kita memakai taktik dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi kita. Oleh karena itu, saat kita menjalankan peran sebagai saksi Kristus, kita harus mempelajari hal-hal yang bisa mendekatkan kita dengan lawan bicara kita, agar pesan yang kita sampaikan lebih mudah untuk diterima. Apakah Anda pernah ikut serta memberitakan Injil? Apakah Anda pernah memikirkan pendekatan yang tepat agar berita yang Anda sampaikan lebih mudah diterima? [P]
"Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat." 1 Petrus 3:15b