Di awal tulisannya, penulis Kitab Pengkhotbah mengatakan dengan nada pesimis, "Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?" (1:2-3). Melalui dua ayat tersebut, banyak orang bertanya: "Kalau begitu, apa makna hidup manusia? Apakah hidup manusia itu hanya berisi kesia-siaan belaka?" Jawaban terhadap pertanyaan itu harus mempertimbangkan tujuan awal Allah dalam menciptakan manusia. Pertama, Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya (Kejadian 1:26). Kedua, Allah memberikan mandat kepada manusia (Kejadian 1:28) untuk mengisi dan berkuasa atas bumi. Ketiga, Manusia dilibatkan untuk memelihara taman Eden dan mengusahakan tanah itu, sehingga manusia menjadi rekan kerja-Nya (Kejadian 2:15). Dengan pemahaman seperti ini, tidak mungkin bahwa mandat dan kehormatan yang Allah berikan kepada manusia berakhir dengan kesia-siaan.
Perubahan terjadi ketika manusia jatuh ke dalam dosa (Kejadian 3:17-19). Dosa membuat manusia harus bersusah payah mencari makanannya dan pada akhirnya menghadapi kematian (Kejadian 3:19). Ada dua hal yang dipermasalahkan oleh Pengkhotbah, yaitu bahwa manusia harus berpeluh dalam mencari makanan sampai kembali menjadi debu, dan apa gunanya manusia harus berjerih lelah (Pengkhotbah 1:12-14). Apakah yang menjadi fokus hidup Anda? Apakah fokus hidup Anda semata-mata adalah pengejaran akan harta, atau Anda menempatkan Allah sebagai pusat hidup Anda? Yang pertama akan menghasilkan hidup yang sia-sia, sedangkan yang kedua akan membuat kehidupan Anda bermakna. [Souw]
"Lihatlah orang itu yang tidak menjadikan Allah tempat pengungsiannya, yang percaya akan kekayaannya yang melimpah, dan berlindung pada tindakan penghancurannya!" Mazmur 52:9