Kualitas kepribadian paling terlihat nyata saat seseorang menghadapi masalah, penderitaan, dan kelelahan fisik. Tak jarang terjadi bahwa seorang yang biasanya sabar dan baik berubah menjadi pemarah dan tak dapat menguasai diri saat menghadapi tekanan yang amat berat dalam hidupnya. Apa yang terjadi saat Tuhan Yesus menuju ke puncak penderitaan, yaitu mati di kayu salib?
Saat menghadapi penderitaan, Tuhan Yesus menunjukkan kualitas kepribadian yang unggul: Pertama, Dia tidak pernah merasa gentar menghadapi manusia! Yang pernah membuat Tuhan Yesus merasa sangat ketakutan bukanlah ancaman fisik, melainkan murka Allah atas dosa manusia yang harus Dia tanggung saat berada di kayu salib (Lukas 22:44; Markus 14:33; Matius 27:46). Saat ditangkap maupun saat diadili, Tuhan Yesus tidak menunjukkan rasa takut! Dia selalu menguasai keadaan. Perhatikanlah ketenangan dan wibawa Tuhan Yesus saat menghadapi Pengadilan Agama (yang dipimpin oleh Hanas dan Kayafas, 18:13-28) maupun Pengadilan Negeri (di bawah pimpinan Pontius Pilatus, 18:29-19:11). Sebaliknya, Pontius Pilatus, gubernur yang saat itu berkuasa di wilayah Yudea, justru merasa takut menghadapi massa (19:8). Kedua, saat berada di puncak penderitaan-Nya, Tuhan Yesus masih memikirkan Maria--ibu-Nya--yang pasti merasa sangat sedih, dan Dia menitipkan ibu-Nya kepada murid yang dikasihi-Nya--kemungkinan adalah Yohanes yang menuliskan Injil Yohanes (19:26-27). Kepribadian seseorang yang memikirkan orang lain saat dirinya sendiri sedang amat menderita itu merupakan kepribadian yang langka pada zaman ini. [P]
Yesus menjawab: "Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun ter hadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas. Sebab itu: dia, yang menyerahkan Aku kepadamu, lebih besar dosanya." Yohanes 19:11