Melalui perumpamaan, Allah kembali mengecam bangsa Israel, baik Kerajaan Selatan (Yehuda) yang beribu kota di Yerusalem maupun Kerajaan Utara (Israel) yang beribu kota di Samaria. Dalam perumpamaan itu, Allah menyebut diri-Nya sebagai ibu yang memiliki dua putri, yakni Ohola (melambangkan Samaria) dan Oholiba (melambangkan Yerusalem). Meskipun disayang, kedua putri itu melacurkan diri dengan bangsa asing, hidup dalam perzinahan melalui keterlibatan dalam penyembahan berhala. Kecaman Allah disampaikan dalam tiga gelombang, yakni: kepada Ohola yang berzinah dengan bangsa Asyur (23:1-10), kepada Oholiba yang berzinah dengan bangsa Asyur dan Kasdim (23:11-35), dan kepada keduanya bersamasama (23:36-49).
Kecaman di atas mengajarkan dua hal: Pertama, dosa selalu kelihatan (atau terasa) nikmat pada awalnya, namun menjadi belenggu yang menyengsarakan pada akhirnya. Dalam bahasa kiasan, bangsa Israel yang sebelumnya menikmati perzinahan dengan bangsa asing akhirnya hidup sengsara karena diperlakukan dalam kebencian dan penindasan oleh bangsa asing itu (23:9-10, 22-35, 46-49). Kedua, tujuan Allah menghukum umat-Nya bukan untuk menyengsarakan, tetapi untuk mendidik. Seperti ibu yang sedih dan geram saat melihat putrinya melacurkan diri dan berzinah, demikianlah Allah kesal melihat umat-Nya berdosa. Ketika Allah menjatuhkan hukuman atau mengizinkan umat-Nya menderita, tindakan itu lahir dari kasih Allah untuk mengoreksi kesalahan umat-Nya, bukan lahir dari kebencian untuk menyengsarakan umat-Nya. Pernahkah Anda bersyukur kepada Allah atas koreksi yang Ia berikan dalam kehidupan Anda? [TF]
"Hai anakku, janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak." Ibrani 12:5b-6