Pengumuman berikutnya disampaikan kepada Tirus, sebuah kota perdagangan yang penting dengan penduduk yang kaya dan makmur (baca Yes. 23:8). Kota ini dihukum karena kesombongan mereka yang mensyukuri kejatuhan Yerusalem dan menganggap diri sendiri akan semakin jaya dan makmur setelah kejatuhan tersebut (26:2). Hukuman yang diumumkan mencakup tiga hal. Pertama, bentuk hukuman berupa serangan sekelompok bangsa yang digerakkan Allah, tembok-tembok kota dihancurkan, kotanya dijarah, dan penduduknya dibunuh dengan pedang (26:3-6). Kedua, pelaksanaan hukuman yang dijalankan Allah melalui tangan Nebukadnezar, raja Babel yang memimpin pasukan berkuda menyerbu, menghancurkan, membunuh, dan meninggalkan kota itu menjadi puing-puing sampah (26:7-14). Ketiga, dampak hukuman tersebut pada bangsa-bangsa sekitar yang mengalami kegemparan dan ketakutan yang luar biasa, sehingga mereka menciptakan sebuah puisi sebagai ratapan atas hukuman ini (26:15-21). Di atas semua itu, tujuan Allah menghukum Tirus adalah supaya baik mereka maupun bangsa sekitar mengenal Allah dan mengakui-Nya sebagai penguasa alam semesta (26:6).
Ketika sedang berada di puncak kejayaan, penduduk Tirus hidup dalam salah satu dosa yang paling dibenci Allah, yakni kesombongan yang dibuktikan dalam kehidupan yang mengandalkan diri sendiri. Akibatnya, mereka dihukum karena kesombongan tersebut. Pengalaman penduduk Tirus merupakan peringatan bagi gereja pada masa kini yang tidak jarang lebih mengandalkan strategi dan kekuatan manusia dalam menjalankan pelayanan. Sebagai anggota jemaat, peran apa yang Anda lakukan agar gereja tidak jatuh ke dalam dosa kesombongan? [TF]
"Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu." Amsal 3:5-6