Melalui puisi, Allah memakai kejatuhan raja Asyur sebagai simbol untuk menggambarkan kejatuhan raja Mesir. Dalam puisi itu, Firaun diumpamakan seperti raja Asyur yang dilambangkan sebagai pohon aras di Libanon (31:3). Pada masa jayanya, raja Asyur seperti pohon aras yang merupakan pohon yang paling kokoh dan tinggi, sehingga tidak ada pohon lain dapat menandinginya. Karena itu, bangsa-bangsa datang berlindung padanya--diibaratkan sebagai burung-burung yang datang bersarang pada pohon aras (31:6). Kekuasaan, kemakmuran, dan kejayaan raja Asyur juga tidak ada bandingannya--diibaratkan seperti pohon paling elok dalam taman Allah (31:7-9). Kejayaan itu membuat raja Asyur sombong. Akibatnya, Allah mengutus bangsa yang ganas menyerang dan menghancurkannya. Kejatuhan raja Asyur tidak hanya membuat bangsa-bangsa yang bersandar kepadanya gentar, tetapi juga mengakibatkan mereka ikut terbunuh karena mereka berlindung kepada raja Asyur (31:10-17). Dalam ucapannya, Yehezkiel mengingatkan raja dan rakyat Mesir bahwa mereka juga akan dihukum seperti raja Asyur akibat kesombongan mereka (31:18).
Peringatan yang diberikan berulang-ulang dengan cara yang berbeda ternyata tidak membuat raja dan rakyat Mesir bertobat dari kesombongan mereka. Pengalaman bangsa Mesir mengingatkan kita untuk memiliki hati yang sensitif agar kita mengerti kehendak Allah bagi diri kita. Di antara berbagai cara, Allah sering memakai khotbah dalam kebaktian untuk menegur, menguatkan, dan mengajar kita agar menjadi murid-Nya yang baik. Apakah Anda biasa berdoa bagi diri sendiri sebelum menghadiri kebaktian agar dapat memahami kehendak-Nya melalui khotbah yang disampaikan? [TF]
"Lihat, Aku menyamakan engkau dengan pohon aras di Libanon, penuh dengan cabang yang elok dan daun yang rumpun sekali; tumbuhnya sangat tinggi, puncaknya sampai ke langit." Yehezkiel 31:3