Beberapa tahun yang lalu, muncul istilah Madesu?artinya "Masa depan suram"?dan Madesir?artinya "Masa Depan Sirna". Kedua istilah di atas biasa dikenakan pada seseorang yang?menurut penilaian banyak orang?tidak mungkin bisa memiliki masa depan yang baik. Inilah yang terjadi pada Yefta. Ayah Yefta bernama Gilead, sedangkan ibunya seorang pelacur. Karena wanita Israel yang menjadi pelacur pasti langsung dihukum mati, bisa diduga bahwa ibu Yefta berasal dari bangsa non Israel. Latar belakang seperti ini membuat Yefta dikucilkan oleh keluarga besar dan bangsanya sendiri, dengan maksud agar Yefta tidak ikut mendapat warisan di Tanah Gilead. Itulah sebabnya, Yefta menyingkir ke Tanah Tob yang letaknya sekitar 20 km di sebelah Timur Ramoth Gilead, sebuah daerah terpencil di luar batas Timur Israel. Di sana, Yefta berkumpul dengan para petualang (11:3), yaitu para lelaki miskin yang tidak punya rumah dan pekerjaan. Akan tetapi, Tuhan memiliki maksud lain melalui kehidupan Yefta. Ketika orang Israel terancam oleh serangan dari bani Amon, para tua-tua Gilead meminta agar Yefta kembali untuk memimpin perlawanan terhadap bani Amon. Agaknya penduduk Gilead mengenal Yefta sebagai seorang yang pandai berperang. Tentu saja permintaan tersebut harus diajukan dengan perasaan malu karena mereka pernah mengusir Yefta (11:7-8). Singkat cerita, Yefta dan pasukannya berhasil mendapatkan kemenangan besar dan mengalahkan bani Amon. Dengan demikian, Tuhan mengangkat status Yefta menjadi cemerlang!
Riwayat Yefta ini mengajarkan pada kita bahwa kita tidak boleh melakukan perundungan (mem-bully) orang lain. Tuhan berdaulat mengatur kehidupan seseorang. Orang yang tampaknya tidak memiliki masa depan yang baik dan tidak kita sukai mungkin saja kelak menjadi penolong kita di masa depan. Walaupun kita tidak bisa melihat atau mengetahui secara utuh apa yang akan terjadi di masa depan, kita harus meyakini bahwa Tuhan memiliki rancangan yang baik atas hidup kita (Yeremia 29:11) dan Tuhan menghendaki agar kita hidup untuk memuliakan Dia (Yesaya 43:7). Kita juga perlu menyadari bahwa pembentukan Tuhan dalam hidup kita itu umumnya memerlukan proses yang panjang. Tanggung jawab kita adalah bertekun dan taat mengikuti rancangan Tuhan atas kehidupan kita.