Pengantar Rut
Ketaatan yang Berdaulat
Di tengah kondisi hidup yang sulit seperti sekarang ini, sangat tepat bagi kita untuk mempelajari kitab Rut. Tidak seperti kebanyakan kitab Perjanjian Lama lainnya yang mencatat berdasarkan perspektif keimaman, politik maupun militer, kitab Rut ditulis dalam konteks kehidupan dan perjuangan hidup perempuan sederhana di sebuah kota kecil di masa yang sulit. Saat itu, bangsa Israel belum dipimpin oleh seorang raja. Setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri (Hakim-hakim 21:25). Akan tetapi, justru dalam kesederhanaan inilah tergaung sebuah pesan yang kuat bagi mereka yang biasanya berpikir bahwa sejarah ditentukan oleh mereka yang kaya dan berkuasa. Kisah kerajaan Allah dirangkai oleh Allah sendiri, dan Allah bisa memakai siapa saja untuk menggenapi rancangan-Nya. Di masa sebelumnya, Allah memakai para hakim untuk menjadi pemimpin bangsa Israel. Saat Allah hendak memunculkan seorang raja yang besar, yakni Daud, Allah memilih jalur keturunannya melalui seorang janda miskin yang berusaha untuk menaati Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Hal yang serupa terjadi beberapa abad kemudian, saat Allah mendemonstrasikan rancangan-Nya yang mulia melalui palungan yang hina di kota yang sama, yakni kota Betlehem. Melalui kitab Rut, kita akan melihat bahwa Allah bisa memakai instrumen yang sederhana untuk memenuhi rancangan-Nya yang mulia itu. Ada beberapa pesan penting yang disampaikan dalam keempat pasal kitab Rut ini:
Pertama, kemurahan hati dan kebaikan. Kemurahan hati dan kebaikan yang ditunjukkan Rut terhadap Naomi, maupun para pekerja Boas dan Boas sendiri terhadap Rut, adalah gambaran dari karakter Allah sendiri yang memiliki kemurahan hati dan kebaikan kepada umat-Nya. Allah memberikan hukum-hukum-Nya dengan tujuan supaya umat-Nya belajar untuk saling mengasihi dan bermurah hati satu sama lain, termasuk kepada para janda, yatim piatu dan orang asing. Itulah sebabnya, Allah melindungi dan mengasihi orang-orang yang menunjukkan karakter ilahi.
Kedua, penebusan. Dalam kitab Rut, kata "tebus", "menebus", dan "penebus" muncul sebanyak 23 kali. Banyaknya penyebutan itu menunjukkan pentingnya kata tersebut dalam kitab Rut. Kitab ini menjelaskan dua hukum yang berasal dari hukum Taurat, yang menyatu dalam tindakan Boas, yakni menebus milik pusaka dari kerabatnya?yakni Elimelekh?dan mengambil Rut sebagai istrinya untuk meneruskan nama dari kerabatnya. Sesungguhnya, tindakan Boas ini merupakan gambaran dari apa yang dilakukan Allah bagi manusia berdosa. Allah tidak hanya menciptakan dan memelihara kita. Lebih dari itu, Ia menebus kita semua sehingga keselamatan menjadi bagian kita.
Ketiga, rencana keselamatan Allah yang universal. Dalam rancangan keselamatan-Nya, Allah menghendaki agar semua bangsa mendapat bagian di dalamnya. Keuniversalan ini tampak melalui tokoh Rut, seorang perempuan Moab yang menurunkan raja terbesar di Israel, yakni Daud (4:17, 22), dan pada akhirnya masuk dalam daftar silsilah Yesus Kristus, Sang Mesias bagi seluruh dunia (Matius 1:1, 5-6). Fakta tersebut menunjukkan adanya rancangan Allah yang melampaui batasan suku, bangsa, bahkan perbedaan apa pun juga. Ia tidak hanya memasukkan orang non-Yahudi dalam keselamatan-Nya, tetapi juga memakai orang non-Yahudi sebagai instrumen dalam kisah penebusan-Nya. Kitab Rut ini seharusnya menjadi obat bagi kecenderungan pengeksklusifan apa pun.
Pada akhirnya, tema utama kitab Rut adalah kedaulatan Allah atas berbagai situasi hidup, termasuk penderitaan, kekurangan dan keputusasaan, sebagaimana Ia merangkaikan setiap detail kecil, misalnya pertemuan Rut dan Boas di sebuah ladang yang terlihat sebagai sebuah kebetulan. Kitab Rut ini hampir tidak pernah menyebutkan secara spesifik campur tangan Allah di balik setiap peristiwa. Akan tetapi, sesungguhnya, Dia-lah yang merancang segala sesuatu dari balik layar untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap orang yang mengasihi Dia, yaitu mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah (Roma 8:28). Dalam kedaulatan-Nya itulah, Allah menghendaki supaya kita belajar untuk tetap taat pada pimpinan-Nya serta percaya pada kedaulatan dan rancangan-Nya yang indah. [GI Michele Turalaki]
Apa yang akan Anda lakukan bila Anda menghadapi kondisi yang tidak pasti? Umumnya, setiap orang akan berusaha mencari peluang dan jaminan untuk mendapatkan kepastian, bukan? Akan tetapi, ada respons berbeda dalam Rut pasal 1.
Pertama, respons Elimelekh dan Naomi. Bangsa Israel?yang saat itu dipimpin oleh para hakim?hidup berdasarkan filosofi "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" (Hakim-hakim 21:25). Allah mendisiplin umat-Nya dengan mengizinkan terjadinya ben-cana kelaparan, termasuk di Betlehem?yang artinya "rumah roti". Ironisnya, Kelaparan ini mendorong Elimelekh?artinya "Allah adalah raja"?untuk pergi meninggalkan Tanah Perjanjian guna mencari jaminan di Tanah Moab?tempat yang tidak takut akan Allah. Anak-anak lelakinya menikahi wanita-wanita Moab. Apakah keputusan Elimelekh untuk pindah membuat hidup mereka menjadi lebih baik? Ternyata tidak! Yang sangat menyedihkan, para pria di keluarga itu semuanya meninggal di Moab. Yang tersisa hanya Naomi?janda di tanah asing tanpa pria pelindung?bersama dua menantu wanita keturunan Moab?yaitu Orpa dan Rut. Satu-satunya harapan bagi Naomi adalah kembali ke bangsanya sendiri karena ia mendengar bahwa Tuhan telah memperhatikan umat-Nya dan memulihkan Israel dari bencana kelaparan (1:6). Naomi pulang kepada bangsanya dengan kesimpulan bahwa "Yang Mahakuasa telah melakukan banyak yang pahit kepadaku." Ia bukan lagi Naomi?artinya "indah, kesukaan"?melainkan Mara?artinya "pahit" (1:20-21).
Kedua, respons Rut, sang menantu yang berasal dari Moab. Rut memilih mengikuti Naomi ke Israel, yang justru menjadi tanah asing baginya, dengan sebuah pengakuan, "bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku" (1:16). Jika Elimelekh dan Naomi hanya memusatkan perhatian pada kesulitan hidup yang mereka hadapi saat itu tanpa mempertimbangkan faktor kedaulatan dan rencana Allah, Rut justru menjalani ketidakpastian dengan pengakuan akan Allah yang hidup.
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda tetap teguh beriman saat Anda menghadapi ketidakpastian? Masihkah Anda berpegang pada janji-janji Allah saat Anda menjalani hidup yang penuh lika-liku? Percayakah Anda bahwa rancangan Allah itu selalu baik? [GI Michele Turalaki]