Pengantar Redaksi untuk GeMA edisi September-Oktober 2020
Salam sejahtera dalam kasih Kristus.
Saat Virus Corona mulai muncul di kota Wuhan, kita berharap bahwa virus itu tidak masuk ke Indonesia. Setelah ada warga negara Indonesia yang tertular, kita berharap bahwa virus itu segera mati di daerah beriklim tropis. Akan tetapi, ternyata semua perkiraan kita salah. Covid-19 bisa berkembang pesat di Indonesia. Tak terbayang bahwa virus itu telah menjangkiti lebih dari 100.000 orang Indonesia dan telah menyebabkan kematian ribuan orang di Indonesia saja. Tak terbayangkan bahwa jutaan orang harus kehilangan pekerjaan dan sebagian harus bekerja di rumah. Tak terduga sebelumnya bahwa sekolah harus diselenggarakan tanpa tatap muka. Tak terbayangkan pula bahwa walaupun gereja tidak menghadapi penganiayaan fisik, gereja tak dapat menyelenggarakan ibadah tatap muka. Kita semua tidak menyangka bahwa cara hidup kita terpaksa harus berubah secara drastis dalam waktu singkat. Apakah keadaan sulit yang kita hadapi saat ini berarti bahwa Allah tidak berdaya menolong? Tidak! Kita tidak selalu bisa memahami cara Allah bekerja. Pikiran Allah jauh lebih tinggi daripada pikiran kita.
Pada GeMA edisi kali ini, kita akan membaca kitab 2 Samuel dan surat 1 Timotius. Kita juga akan mengikuti seri renungan khusus berjudul "Hasrat Reformasi" dalam rangka menyambut peringatan Hari Reformasi pada Tanggal 31 Oktober 2020. Dalam kitab 2 Samuel, kita bisa membaca riwayat Daud pasca wafatnya Raja Saul. Mungkin kita berpikir bahwa setelah Raja Saul wafat, Daud akan langsung menjadi raja atas seluruh Israel dan perjalanan hidupnya akan berlangsung mulus. Akan tetapi, kenyataannya tidak demikian. Benar bahwa Allah memenuhi janji-Nya dengan membuat Daud menjadi raja untuk seluruh Israel. Namun, Raja Daud harus menghadapi berbagai masalah berat sampai akhir hidupnya. Sekalipun Raja Daud harus menempuh perjalanan hidup yang berat, jelas bahwa Allah setia terhadap janji-Nya. Surat 1 Timotius berisi pesan-pesan Rasul Paulus yang sedang menolong Timotius--muridnya secara rohani--agar sanggup menjalankan tugasnya sebagai seorang pemimpin yang masih muda dan belum berpengalaman. Seri renungan "Hasrat Reformasi" mengingatkan kita untuk terus-menerus mengevaluasi diri dan memperbaiki diri untuk menyelaraskan keyakinan dan perbuatan kita dengan ajaran Alkitab serta mengikuti pimpinan Roh Kudus. Semoga GeMA menolong kita untuk mengarahkan hidup sesuai dengan kehendak Allah.
Kitab 2 Samuel mengisahkan riwayat Daud sebagai raja Israel. Sejak diurapi oleh Samuel menjadi raja (1 Samuel 16), Daud harus melalui penantian panjang Daud sebelum akhirnya tua-tua seluruh Israel menahbiskannya sebagai raja Israel, setelah Raja Saul dan Isyboset meninggal (2 Samuel 4-5). Kitab 2 Samuel merupakan catatan khusus dalam era pemerintahan Raja Daud sebagai raja Israel.
Sepanjang kitab 2 Samuel, kita akan menelusuri kisah kehidupan sang raja. Di setiap lika-liku kepemimpinan dan pribadi Raja Daud, ada Allah yang setia menopang perjalanan hidupnya (Lihat 2 Samuel 5:10,12; 7:16; 8:14b; dan sebagainya). Menariknya, kitab ini sangat seimbang saat mencatat kehidupan Raja Daud. Bukan hanya kehebatan Raja Daud yang dicatat, tetapi juga kejatuhannya. Kitab ini bukan bertujuan mempermalukan sang raja, melainkan mengagungkan kesetiaan Allah dalam hidup sang raja. Bukankah Daud adalah manusia biasa--sama seperti kita--yang walaupun mampu membuat pertimbangan dengan hikmat Tuhan, namun sesekali bisa terpeleset dalam dosa?
Setidaknya, ada tiga bagian yang mencatat kehebatan dan keberhasilan Raja Daud selama ia memerintah sebagai raja, yaitu: (1) memindahkan ibukota kerajaan ke Yerusalem, setelah sebelumnya menaklukkan orang Yebus yang menguasai Yerusalem; (2) memindahkan Tabut Allah ke Yerusalem; dan (3) mengokohkan kerajaan Israel dengan mengalahkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya (Filistin, Edom, Moab, dan sebagainya). Akan tetapi, ada upaya besar yang dia impikan dan ingin ia wujudkan, tetapi ditolak Tuhan, yaitu membangun Bait suci. Selain itu, di tengah rentetan catatan keberhasilan Daud, ada catatan hitam tentang dosanya di hadapan Tuhan, yaitu pembuatan skenario pembunuhan terhadap Uria demi merebut Batsyeba, serta dosa kesombongan saat ia menghitung jumlah laskar Israel pada masa kejayaannya.
Pelarian Daud merupakan suatu ironi. Dalam 1 Samuel, Daud melarikan diri dari kejaran Raja Saul, mertuanya sendiri yang berniat membunuhnya. Dalam 2 Samuel, Raja Daud melarikan diri dari kudeta yang dilakukan oleh Absalom, putranya sendiri. Saat jatuh ke dalam dosa perzinahan dengan Batsyeba, terlihat karakter Raja Daud sebagai pribadi yang dekat dengan Tuhan. Ia bersedia menerima teguran Tuhan dengan rendah hati. Melalui perjalanan hidup Daud, kita menjumpai kesetiaan Allah yang tidak melepaskan sosok pribadi yang dikasihi-Nya. [GI Feri Irawan]
Beberapa waktu yang lalu, sempat tersiar desas-desus kematian Kim Jong Un, pemimpin tertinggi Korea Utara. Meskipun tidak terbukti kebenarannya, kabar ini direspons dengan cara beragam. Walaupun ada yang tidak peduli, tetapi sebagian besar orang tampak menanti-nantikan kebenaran berita kematian tersebut, mengingat sang pemimpin dikenal sebagai seorang diktator yang kejam.
Kitab 2 Samuel diawali dengan berita kematian Raja Saul. Seorang tentara keturunan Amalek mengira bahwa berita itu adalah "kabar baik" bagi Daud yang sering diincar untuk dibunuh oleh Raja Saul. Alih-alih memberi hadiah atau jabatan atas jasa menginfokan "kabar baik" itu, Daud malah menghukum mati orang Amalek itu saat itu juga. Bagi Daud, tidak patut bertindak sewenang-wenang kepada orang yang diurapi Tuhan, apalagi berita yang disampaikan orang Amalek itu (1:6-10) adalah cerita dusta yang berbeda dengan catatan kematian Saul yang dicatat di 1 Samuel 31:3-5. Jelas bahwa tentara itu hanyalah seorang oportunis--yaitu orang yang selalu mengejar keuntungan.
Daud bisa saja bersyukur dan merayakan kematian Raja Saul, dan pendukungnya akan maklum jika hal itu dilakukan. Namun, Daud justru mengekspresikan kesedihan yang mendalam dengan meratapi kematian Yonatan dan Raja Saul (2 Samuel 1:17-27). Catatan kepedihan yang mendalam ini bisa saja dicurigai sebagai suatu sandiwara. Namun, keseluruhan sikap Daud terhadap Raja Saul sejak ia dikejar-kejar hingga cara Daud memperlakukan jenazah Raja Saul merupakan bukti yang seharusnya membungkam kecurigaan yang tidak beralasan itu. Daud menghormati Raja Saul dan keluarganya secara konsisten.
Respons Daud yang sangat menghormati Allah lewat menghormati orang yang diurapi Allah mengingatkan kita untuk bersikap rendah hati menghormati orang yang ditunjuk Tuhan menjadi pemimpin kita, termasuk orang tua, dosen, majikan, dan pemimpin rohani di Gereja. Kita mungkin sangat geram melihat kelemahan--bahkan cacat moral--yang membuat sang pemimpin akhirnya jatuh. Namun, adanya kelemahan itu tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk dengan sengaja merendahkan mereka. Saat mereka jatuh, kita patut berduka, bukan bersukacita. Oleh karena itu, doakanlah para pemimpin yang Tuhan tempatkan, agar mereka dipelihara Tuhan untuk menjadi berkat bagi hidup kita! [GI Feri Irawan]